JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menggelar Diskusi Publik bertajuk “Ekonomi Kerakyatan dan Pengakuan Masyarakat Adat” di SleepLess Owl, Jakarta, Rabu (08/10). Acara ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari akademisi, ahli ekonomi, hingga tokoh masyarakat adat, untuk membahas pentingnya percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat yang telah tertunda lebih dari satu dekade di DPR RI.
Dalam pembukaannya, Abdon Nababan, perwakilan Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, menegaskan bahwa pengakuan terhadap sistem ekonomi berbasis nilai budaya dan kelestarian lingkungan yang dijalankan masyarakat adat sangat mendesak dilakukan.
“Kami ingin RUU Masyarakat Adat disahkan agar masyarakat adat menjadi subjek pembangunan, bukan objeknya. Mereka tidak menolak investasi, selama tidak merusak tanah adat dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan,” ujar Abdon.
Abdon menilai, sistem ekonomi masyarakat adat selama ini berakar pada nilai budaya dan keberlanjutan lingkungan, namun kerap berbenturan dengan model ekonomi ekstraktif yang merusak.
Perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Annas Raden Syarif, menegaskan bahwa masyarakat adat memiliki peran strategis dalam menopang ekonomi bangsa. Menurut pemetaan AMAN, terdapat lebih dari 1.000 komunitas masyarakat adat yang menguasai wilayah seluas 33,6 juta hektare, dengan potensi ekonomi mencapai Rp1 miliar per wilayah adat.
“Pengakuan hak atas tanah adat dengan peta yang jelas akan mendorong tumbuhnya ekonomi lokal dan pembangunan berkelanjutan,” kata Annas.
Dari sisi parlemen, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyatakan dukungannya terhadap pengesahan RUU tersebut. Ia menekankan pentingnya kejelasan definisi masyarakat adat agar tidak menimbulkan tumpang tindih klaim.
“RUU ini harus memberi definisi yang jelas dan adil. Potensi ekonomi masyarakat adat sangat besar dan perlu diberdayakan melalui kebijakan yang berpihak,” ujarnya.
Anggota DPR RI Fraksi PKS lainnya, Riyono, menambahkan bahwa partainya berkomitmen mengawal proses legislasi hingga RUU ini disahkan.
“Naskah akademik sudah ada, tapi belum dibahas bersama pemerintah. PKS berkomitmen memperjuangkan pembahasan lintas fraksi agar RUU ini segera disahkan,” tegas Riyono.
Ahli Ekonomi: Saatnya Beralih ke Model Inklusif
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, mengingatkan bahwa kebijakan ekonomi nasional harus berpihak pada masyarakat adat dan tidak menambah ketidakpastian hukum.
“Sistem ekonomi ekstraktif negara saat ini tidak berkelanjutan. Ekonomi masyarakat adat lebih inklusif dan kolektif, seperti pariwisata berbasis komunitas. Kita harus beralih ke model ekonomi yang ramah manusia dan alam,” jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Zuzy Anna, menilai bahwa kekuatan utama masyarakat adat terletak pada institusi sosial yang menjadi “deep determinant” ekonomi mereka.
“Kalau diukur dengan standar UMR, penghasilan masyarakat adat bahkan bisa lebih tinggi. Penguatan institusi adat adalah kunci untuk menciptakan nilai ekonomi berkelanjutan,” ujarnya.
Sebagai penutup, seluruh narasumber bersama Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menegaskan komitmen untuk terus mengawal proses legislasi hingga RUU Masyarakat Adat disahkan menjadi undang-undang. Mereka berharap pengakuan hak-hak masyarakat adat tidak hanya menjadi instrumen hukum, tetapi juga pondasi bagi ekonomi kerakyatan dan keberlanjutan nasional (RED).
Discussion about this post