JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilihan umum nasional dan daerah harus diselenggarakan secara terpisah, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan. Putusan ini dinilai mengubah arah keserentakan pemilu yang selama ini berlaku.
Dalam putusan tersebut, pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Menanggapi putusan ini, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Muhammad Khozin, menyatakan keprihatinannya dan menilai keputusan MK justru bertentangan dengan putusan mereka sendiri sebelumnya.
“Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada 26 Februari 2020 telah memberikan enam opsi model keserentakan pemilu. Tapi putusan MK terbaru ini justru membatasi pilihan itu. Ini paradoks,” ujar Khozin dalam keterangannya, Sabtu (28/6/2025).
Khozin, yang mewakili daerah pemilihan Jawa Timur IV, menegaskan bahwa seharusnya MK konsisten dengan putusan sebelumnya yang memberikan wewenang kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan model keserentakan.
“Fakta bahwa UU Pemilu belum diubah sejak putusan 55/PUU-XVII/2019 bukan alasan bagi MK untuk melampaui kewenangannya. Pilihan model keserentakan adalah domain pembentuk undang-undang,” tegasnya.
Ia juga mengutip pertimbangan hukum angka 3.17 dari putusan tahun 2019, di mana MK secara tegas menyatakan tidak memiliki wewenang untuk menentukan model keserentakan pemilu.
“MK sebelumnya menyadari bahwa ini bukan domain mereka. Tapi sekarang justru mereka membuat keputusan yang secara substantif menentukan bentuk keserentakan. Ini kontradiktif,” tambahnya.
Khozin menyayangkan bahwa keputusan tersebut diambil tanpa mempertimbangkan dampak konstitusional yang lebih luas. Ia menilai MK hanya melihat persoalan dari satu perspektif, tanpa memperhitungkan implikasi politik, administratif, dan teknis.
“Di sinilah perlunya hakim yang negarawan, yang punya kedalaman visi dan pandangan strategis atas dampak putusan yang mereka buat,” ujarnya.
Meski demikian, Khozin menyebut DPR akan menjadikan putusan ini sebagai salah satu bahan penting dalam pembahasan perubahan UU Pemilu yang akan segera dimulai.
“Putusan MK sebelumnya telah meminta pembentuk UU untuk melakukan rekayasa konstitusional. Maka perubahan UU Pemilu adalah forum yang sah untuk menindaklanjuti hal tersebut,” pungkasnya (RED).
Discussion about this post