JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Ari Ginanjar Herdiansah, menegaskan urgensi perbaikan sistem kaderisasi partai politik sebagai langkah strategis mencegah korupsi kepala daerah. Menurutnya, maraknya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah menunjukkan lemahnya proses rekrutmen dan pembinaan kader di internal partai.
Ari menilai partai politik perlu mengevaluasi ulang pola rekrutmen kandidat, khususnya praktik mencalonkan figur yang membutuhkan biaya politik besar. Pola tersebut dinilai berisiko tinggi karena mendorong ketergantungan calon pada penyokong dana kampanye. Ketergantungan inilah yang kerap berujung pada praktik korupsi saat kandidat terpilih.
“Partai harus mulai memprioritaskan kader yang sudah terbentuk sejak awal, bukan mereka yang hanya kuat secara finansial,” ujar Ari. Ia menekankan bahwa langkah preventif ini penting untuk memutus mata rantai korupsi yang bersumber dari biaya politik mahal.
Kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya kembali mempertegas pentingnya reformasi internal partai. Ari menyebut peristiwa tersebut sebagai alarm keras bagi partai politik agar lebih serius membenahi kaderisasi demi melahirkan pemimpin daerah berintegritas.
Ari juga menyoroti optimalisasi sekolah partai sebagai instrumen utama pembinaan kader. Menurutnya, sekolah partai dapat menjadi wadah efektif untuk menanamkan etika politik, integritas, serta kapasitas kepemimpinan. Dari proses ini, partai seharusnya merekomendasikan kader terbaik yang memiliki rekam jejak jelas dan dikenal masyarakat karena kinerjanya.
“Orang yang sudah punya nama dan dikenal masyarakat karena kinerjanya selama berkiprah di partai atau sebagai aktivis politik itu bisa mengurangi potensi korupsi,” jelas Ari. Dengan pendekatan tersebut, calon kepala daerah tidak lagi bergantung pada sokongan dana besar dari pihak ketiga.
Lebih lanjut, Ari mengingatkan bahwa calon yang maju pilkada karena dukungan finansial besar berpotensi terjebak utang politik. Gaji dan pendapatan kepala daerah, menurutnya, sering kali tidak cukup untuk melunasi pinjaman kampanye, sehingga membuka celah penyalahgunaan wewenang.
“Ketika para donatur mulai menagih, tekanan itulah yang mendorong praktik korupsi, mulai dari pengadaan hingga jual beli jabatan,” ujarnya.
Sebagai contoh, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Desember 2025 menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa senilai Rp5,75 miliar. Sebagian dana tersebut diduga digunakan untuk melunasi pinjaman bank guna kebutuhan kampanye Pilkada 2024.
Ari menegaskan, penguatan kaderisasi partai sejak dini merupakan fondasi utama untuk membangun pemerintahan daerah yang bersih, mandiri, dan akuntabel. Tanpa perbaikan serius, kasus serupa dinilai berpotensi terus berulang (RED).































Discussion about this post