JAKARTA, BERITA SENAYAN – Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha, meminta pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk lebih proaktif dalam mendata, memantau, dan melaporkan setiap dugaan penyalahgunaan kawasan hutan maupun kerusakan lingkungan hidup. Ia menegaskan bahwa efektivitas pengawasan sangat bergantung pada pemerintah daerah karena mereka yang paling memahami kondisi faktual di lapangan.
Toha menjelaskan bahwa meskipun sebagian besar izin pemanfaatan kawasan hutan diterbitkan oleh pemerintah pusat, pelaksanaan aktivitas di lapangan tetap berada dalam jangkauan dan tanggung jawab pemerintah daerah. Karena itu, ia mendorong pemda membangun sistem pemantauan real time untuk mengantisipasi pelanggaran sejak dini.
“Yang mengetahui kondisi riil di lapangan adalah pemerintah daerah. Maka, bila ada penyalahgunaan kawasan hutan atau kegiatan yang menyalahi izin, harus segera dilaporkan dan ditindak. Pengawasan tidak bisa longgar,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Selain memperkuat peran pemda, Toha juga mengajak masyarakat dan aktivis lingkungan untuk turut mengawasi potensi praktik ilegal yang merusak lingkungan. Partisipasi publik, menurutnya, penting agar tidak ada ruang bagi oknum yang mencoba mengambil keuntungan dengan merusak kawasan hutan.
Legislator PKB tersebut menegaskan bahwa penegakan hukum atas pelanggaran lingkungan harus dilakukan tanpa pandang bulu. Ia mengingatkan bahwa pembiaran terhadap kerusakan lingkungan hanya akan memperburuk kondisi ekosistem dan merugikan masyarakat luas.
“Penegakan hukum harus tegas dan adil. Tidak boleh ada pembiaran. Jika ada pembiaran, maka siapapun yang turut membiarkannya ikut menanggung dosa,” tegasnya.
Toha optimistis bahwa sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan aparat penegak hukum akan membuat upaya penyelamatan kawasan hutan menjadi lebih efektif.
Sebelumnya, banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat menyebabkan 3,3 juta warga terdampak dan lebih dari 700 korban jiwa. Ribuan fasilitas umum, seperti sekolah, jembatan, dan rumah warga, rusak berat. Bencana tersebut juga menghancurkan keanekaragaman hayati setempat.
Selain cuaca ekstrem, bencana ini disebut sebagai akumulasi dari kerusakan lingkungan yang dibiarkan bertahun-tahun hingga akhirnya menjadi bom waktu yang memicu bencana besar (RED).































Discussion about this post