JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Lembaga penelitian Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai bahwa stabilitas politik yang tampak selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka belum sepenuhnya kokoh.
CSIS menilai stabilitas tersebut bersifat jangka pendek, karena lebih banyak ditopang oleh kompromi politik dan negosiasi koalisi di parlemen ketimbang kesamaan platform atau arah kebijakan antarpartai.
“Kami melihat stabilitas politik memang terjadi, tetapi kekhawatirannya adalah stabilitas ini hanya bersifat jangka pendek,” ujar Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, dalam media briefing di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
“Koalisi dibangun atas dasar kebutuhan dukungan di DPR, bukan karena kesamaan visi dan platform,” lanjutnya.
Koalisi Politik Didominasi Kepentingan Jangka Pendek
CSIS mencatat bahwa struktur kabinet yang sangat besar — dengan 49 kementerian dan 118 posisi strategis — merupakan hasil kompromi politik untuk menjaga keseimbangan kekuatan partai-partai pendukung di parlemen.
Langkah itu dinilai memang mampu menciptakan stabilitas politik dalam jangka pendek, namun berpotensi menimbulkan gesekan di masa depan.
“Model koalisi seperti ini sangat rentan. Menjelang pemilu, partai-partai bisa saja mengubah arah dukungan,” kata Arya.
Ia juga mengingatkan bahwa perubahan aturan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional berpotensi meningkatkan manuver politik partai menjelang Pemilu 2030.
“Dengan aturan baru MK, setiap partai kini punya peluang mencalonkan presiden sendiri. Ini bisa memicu pergeseran dukungan di koalisi,” tambahnya.
Kabinet Gemuk Jadi Simbol Kompromi Politik
Dalam laporan CSIS, terbentuknya kabinet gemuk dengan 49 kementerian dianggap sebagai bentuk trade-off antara efisiensi pemerintahan dan kebutuhan menjaga stabilitas politik.
Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang hanya memiliki 34 kementerian.
“Keputusan memperluas kabinet jelas terkait kebutuhan menjaga keseimbangan politik di DPR, bukan semata efisiensi birokrasi,” jelas Arya.
CSIS menilai model koalisi besar yang saat ini menopang pemerintahan Prabowo-Gibran berpotensi mengalami retakan menjelang kontestasi elektoral berikutnya.
Partai-partai, kata Arya, cenderung menjaga posisi di kabinet selama masa pemerintahan, namun bisa berpindah haluan bila konstelasi politik berubah.
“Koalisi saat ini dibangun dengan logika kekuasaan, bukan ideologi. Maka ketika insentif politik bergeser, arah dukungan pun bisa berubah,” tuturnya.
Menurut CSIS, salah satu tantangan terbesar pemerintahan Prabowo-Gibran di tahun-tahun mendatang adalah bagaimana menjaga kohesi politik di tengah beragam kepentingan partai pendukung.
Jika stabilitas politik yang ada tidak diperkuat dengan fondasi kebijakan yang solid, maka konsolidasi pemerintahan akan sulit dijaga hingga akhir masa jabatan.
“Tantangan Prabowo-Gibran bukan hanya soal kebijakan ekonomi, tetapi bagaimana memastikan stabilitas politik yang berkelanjutan,” pungkas Arya (RED).






























Discussion about this post