JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD melontarkan kritik tajam terhadap penegakan hukum di Indonesia, menyusul munculnya kembali nama Silvester Matutina, seorang terpidana yang hingga kini belum dieksekusi meski vonis pengadilan telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam Podcast Forum Keadilan TV yang tayang Jumat (8/8), Mahfud mengaku awalnya sama sekali tidak mengenal sosok Silvester. Ia baru mendengar namanya ketika terjadi insiden di sebuah panggung televisi nasional, saat Silvester nyaris memukul pengamat politik Rocky Gerung.
“Awalnya saya tanya, ini orang siapa? Ngakunya sarjana hukum, tapi caranya tidak seperti orang hukum. Ada yang bercanda bilang dia lulusan universitas tertutup, maksudnya universitas yang sudah ditutup,” ungkap Mahfud.
Belakangan, Mahfud baru mengetahui bahwa Silvester merupakan terpidana kasus hukum setelah melihat perdebatan publiknya dengan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo di televisi. Dalam acara tersebut, Roy Suryo menyebut Silvester belum menjalani hukuman, sementara Silvester bersikeras bahwa proses hukumnya sudah selesai.
“Kalau sudah inkracht, hukuman pidana itu wajib dijalankan. Perdamaian dengan korban tidak bisa menghapus eksekusi,” tegas Mahfud.
Ia mempertanyakan mengapa Kejaksaan Agung tidak mengambil langkah eksekusi terhadap Silvester, padahal tim tangkap buronan (tabur) terbukti mampu menangkap buronan di berbagai daerah, mulai dari Lampung, Sumatera, hingga Jayapura hanya dalam hitungan bulan.
“Yang aneh, tim tabur bisa ambil buronan di pulau-pulau jauh, tapi yang ini ada di depan mata, muncul di televisi, bahkan jadi komisaris, tetap dibiarkan,” sindirnya.
Mahfud menduga ada “backing” kuat di balik kebebasan Silvester. Ia juga menyinggung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang menjadi korban dalam kasus ini. Menurut Mahfud, perdamaian secara pribadi boleh saja dilakukan, namun itu tidak menghapus kewajiban menjalani hukuman pidana.
“Tidak boleh damai untuk menghindari eksekusi. Kalau sudah diputuskan pengadilan dan inkrah, negara wajib menjalankannya. Kalau dibiarkan, ini merusak integritas hukum,” pungkasnya.
Pernyataan Mahfud ini menambah sorotan publik terhadap kasus Silvester Matutina, sekaligus membuka pertanyaan besar tentang konsistensi penegakan hukum di Indonesia, terutama terhadap figur-figur yang memiliki akses atau kedekatan dengan kekuasaan (RED).
Discussion about this post