JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) resmi mengeluarkan kebijakan baru yang melarang organisasi kemasyarakatan (ormas) menggunakan atribut atau seragam yang menyerupai aparat penegak hukum seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), maupun Kejaksaan. Kebijakan ini bertujuan menjaga ketertiban publik dan mencegah penyalahgunaan simbol negara oleh pihak non-resmi.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengonfirmasi hal tersebut saat dimintai keterangan pada Senin (16/6).
“Iya, betul. Ini larangan terhadap penggunaan atribut yang menyerupai TNI, Polri, atau jaksa,” ujarnya.
Bima menegaskan, pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin ormas.
“Kami tidak segan menindak jika ditemukan pelanggaran,” tegasnya.
Sementara itu, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menjelaskan bahwa meskipun kebebasan berserikat dan berkumpul dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28, ormas tidak memiliki kebebasan mutlak dalam ruang publik.
“Larangan ini mencakup pakaian yang menyerupai seragam TNI, Polri, atau institusi pemerintahan lainnya. Kita harus menertibkan, jangan sampai ormas menyaru dengan simbol kekuasaan negara,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pembentukan Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas Bermasalah di Palangka Raya, Jumat (13/6).
Bahtiar juga mendorong sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan penertiban secara terstruktur. “Satgas ini harus dipastikan terbentuk dan bergerak efektif,” tambahnya.
Payung Hukum Larangan Sudah Diatur UU
Larangan penggunaan atribut menyerupai aparat penegak hukum bagi ormas telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan:
-
UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, melarang ormas menggunakan seragam, tanda, atau lencana yang menyerupai atribut TNI atau Polri.
-
UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, mengatur secara eksklusif penggunaan atribut milik institusi masing-masing.
-
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur sanksi pidana bagi pihak yang menyamar sebagai pejabat negara.
Pemerintah menilai penertiban ini penting dalam menjaga kewibawaan institusi negara dan mencegah kebingungan di masyarakat akibat pemakaian atribut yang tidak sah (RED).
Discussion about this post