JAKARTA – Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat ke permukaan. Forum Purnawirawan Prajurit TNI resmi mengajukan surat kepada DPR, DPD, dan MPR RI, meminta agar lembaga legislatif menindaklanjuti usulan pemakzulan dengan dasar pertimbangan hukum dan proses politik yang dianggap cacat.
Surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 itu dikirimkan pada Senin, 2 Juni 2025, dan telah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR, DPD, dan MPR. Di dalamnya, Forum Purnawirawan menyatakan bahwa proses yang mengantarkan Gibran menjadi Wakil Presiden dinilai memiliki persoalan hukum yang perlu dikaji lebih lanjut oleh lembaga legislatif.
“Kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” tulis pernyataan dalam surat yang diterima Suara.com.
Wamen Setneg: “Enggak Perlu Direspons, Itu Surat Lama”
Menanggapi surat yang ramai dibicarakan publik, Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro bersikap datar. Ia menyebut telah membaca informasi soal surat itu dari media dan grup WhatsApp, namun tak melihat urgensi untuk merespons.
“Apa ya, saya baca di media. Banyak berseliweran masuk ke grup-grup WA,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (5/6).
Juri bahkan menegaskan bahwa surat tersebut sudah lama beredar dan tidak ada tanggapan resmi dari Istana.
“Enggak perlu direspons, enggak ada respons. Udah lama itu surat,” katanya singkat.
Soal substansi surat maupun kemungkinan tindak lanjut, Juri menekankan bahwa itu sepenuhnya menjadi urusan lembaga legislatif.
“Ya diserahkan ke DPR, MPR. Saya enggak tahu bagaimana respons DPR, MPR. Nanti tanya ke DPR, MPR,” ujarnya.
Forum Purnawirawan: Siap Dengar Pendapat, Fokus pada Poin Pemakzulan
Sekretariat Forum Purnawirawan, Bimo Satrio, mengatakan bahwa surat tersebut bukan sekadar opini politik, melainkan berisi analisis hukum terhadap jalannya proses pencalonan dan pengangkatan Gibran sebagai Wapres.
“Kita berusaha menyampaikan pandangan hukum soal pemakzulan Gibran. Kalau DPR atau MPR mau RDP (rapat dengar pendapat), kami siap hadir dan menjelaskan langsung,” ungkap Bimo.
Ia menambahkan, dari delapan poin yang tertuang dalam surat, fokus utama mereka saat ini adalah mendorong langkah awal pemakzulan. Bimo menyebut pemakzulan bukan semata dorongan politik, tapi bagian dari hak konstitusional warga negara yang dijamin undang-undang (RED).
Discussion about this post