JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Sarmuji, meminta adanya aturan teknis yang lebih rinci terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang kewajiban keterwakilan perempuan di seluruh alat kelengkapan dewan (AKD). Menurutnya, tanpa kejelasan mekanisme, implementasi kuota perempuan berisiko timpang dan tidak merata.
“Kami siap menindaklanjuti. Hanya saja mesti pelajari detail amar putusannya seperti apa? Soalnya yang mengirimkan pimpinan AKD kan terdiri dari delapan fraksi,” ujar Sarmuji kepada wartawan, Sabtu (1/11/2025).
Ia menyoroti potensi kesenjangan penempatan perempuan jika tidak ada pedoman mengenai pembagian tugas antarfraksi. Sarmuji mempertanyakan apakah kuota 30 persen dihitung dari total pimpinan AKD per fraksi atau ditentukan per AKD secara spesifik.
“Dalam satu AKD siapa yang harus mengirimkan perwakilan perempuan? Apakah akumulasinya dihitung dari total pimpinan AKD tiap fraksi atau bagaimana?” katanya.
Sarmuji juga mengingatkan agar perempuan tidak hanya ditempatkan di AKD tertentu, sementara AKD lain kekurangan keterwakilan.
“Jangan nanti menumpuk di satu AKD sementara yang lain minim perempuan,” ujarnya.
Putusan MK nomor 169/PUU-XXII/2024 mewajibkan seluruh AKD (mulai dari Komisi, Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Panitia Khusus, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, hingga Badan Urusan Rumah Tangga) memiliki keterwakilan perempuan di tingkat anggota maupun pimpinan. Gugatan ini diajukan oleh Perludem, Koalisi Perempuan Indonesia, dan Titi Anggraini.
Dengan adanya ketentuan tersebut, Fraksi Golkar menilai pedoman operasional sangat diperlukan agar distribusi kader perempuan berjalan proporsional serta memenuhi prinsip keadilan representasi (RED).































Discussion about this post