JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Fraksi Partai Golkar DPR RI menegaskan pentingnya percepatan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sebagai langkah fundamental untuk membangun peradaban bangsa melalui pendidikan.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, M. Sarmuji, menyampaikan bahwa UU Sisdiknas yang sudah berusia 22 tahun perlu direvisi agar relevan dengan perkembangan zaman. Hal ini ia sampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Revisi UU Sisdiknas di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
“UU Sisdiknas ini sudah satu generasi. Kita perlu bertanya, apa kabar pendidikan kita hari ini? Jika ingin melakukan lompatan peradaban seperti Korea Selatan dan China, kita harus melakukan perubahan fundamental pada sistem pendidikan,” ujar Sarmuji.
Ia menekankan pentingnya memperjelas implementasi mandatory spending 20 persen anggaran pendidikan, agar benar-benar memberi dampak pada mutu pendidikan. Menurutnya, penganggaran jangan sekadar angka formalitas, tetapi harus diarahkan demi peningkatan kualitas.
Sarmuji juga menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang menegaskan kewajiban negara menjamin pendidikan dasar tanpa biaya dan diskriminasi. Ia mengingatkan agar peran masyarakat, khususnya lembaga pendidikan swasta, tetap dijaga sebagai mitra strategis negara.
“Lembaga pendidikan swasta banyak yang terbukti lebih maju. Putusan MK jangan sampai mematikan partisipasi masyarakat, justru harus memperkuatnya,” tambahnya.
DPR Tekankan Partisipasi Publik dan Antisipasi Hoaks
Dalam forum yang sama, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan urgensi revisi UU Sisdiknas untuk menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Ia menekankan RUU akan disusun berdasarkan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participatory participation) dengan melibatkan semua pihak.
Hetifah juga meluruskan isu miring yang beredar di media sosial.
“Ada hoaks yang menyebut revisi UU Sisdiknas akan menghapus hak guru. Itu tidak benar. Justru revisi ini bertujuan memperkuat hak-hak guru,” tegasnya.
Anggaran Pendidikan Masih Terpusat pada Gaji
Sementara itu, Yuli Indrawati, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menilai penggunaan anggaran pendidikan perlu lebih efektif. Ia mengkritisi fakta bahwa sebagian besar anggaran masih habis untuk gaji, sementara peningkatan mutu guru, pelatihan, serta pembangunan infrastruktur kerap terabaikan.
“Kalau semua hanya habis untuk gaji, maka kualitas guru, pemerataan fasilitas, dan inovasi pendidikan akan terhambat,” jelas Yuli.
Ia mendorong agar revisi UU memperjelas tata kelola pendidikan, memastikan mutu wajib belajar 13 tahun, serta mengadopsi praktik terbaik dari negara lain seperti Finlandia, Singapura, dan Jerman.
“Anggaran 20 persen harus diarahkan pada peningkatan mutu, bukan sekadar administrasi,” tegasnya.
Dengan revisi UU Sisdiknas yang komprehensif, Golkar berharap sistem pendidikan Indonesia bisa benar-benar menjadi motor kemajuan bangsa dan mendorong lompatan peradaban nasional (RED).
Discussion about this post