NEPAL, RADIANTVOICE.ID – Nepal tengah diguncang krisis politik usai Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mundur akibat gelombang protes besar-besaran yang dipimpin anak muda. Aksi yang menewaskan lebih dari 30 orang itu bukan hanya dipicu isu korupsi, pengangguran, dan pemblokiran media sosial, tapi juga dikaitkan dengan campur tangan asing—terutama Amerika Serikat.
Dokumen internal yang dibocorkan ke media menunjukkan sejak 2020, AS menggelontorkan lebih dari 900 juta dolar AS (setara Rp14 triliun) ke Nepal melalui berbagai program demokrasi, media, kesehatan, hingga reformasi politik. Dana ini sebagian besar disalurkan lewat konsorsium CEPPS, yang beranggotakan National Democratic Institute (NDI), International Republican Institute (IRI), dan International Foundation for Electoral Systems (IFES).
Sebagaimana dikutip dari The Sunday Guardian, besarnya alokasi ini dinilai janggal mengingat ukuran Nepal yang relatif kecil. Misalnya, pada Mei 2022 USAID menandatangani perjanjian senilai 402,7 juta dolar dengan Kementerian Keuangan Nepal, sementara Compact MCC bernilai 500 juta dolar masih berjalan meski menuai protes sengit.
Beberapa proyek yang dipertanyakan antara lain:
-
Proses Demokrasi: $8 juta, dijalankan NDI dan IFES.
-
Civil Society dan Media: $37 juta, lebih dari separuhnya sudah cair.
-
Kesehatan Reproduksi Remaja (ARH): $35 juta, disebut kritikus sebagai upaya pendekatan politik ke kelompok muda rentan.
-
Democracy Resource Center Nepal (DRCN): $500 ribu, dituding jadi corong propaganda.
Selain itu, surat resmi USAID ke Kementerian Keuangan Nepal menunjukkan ada lebih dari 100 LSM lokal yang menjadi sub-pelaksana, memperlihatkan bagaimana jaringan pendanaan ini bekerja hingga ke akar rumput.
NDI, IRI, dan IFES juga aktif melatih aktivis muda, mendorong reformasi partai, hingga membuat survei nasional yang memotret keresahan generasi muda Nepal. Ironisnya, kelompok inilah yang kini memenuhi jalanan Kathmandu dalam demonstrasi besar.
Kritikus menilai aliran dana jumbo itu lebih menyerupai rekayasa politik ketimbang bantuan pembangunan. Pola ini mirip dengan Bangladesh dan Kamboja, di mana program serupa dituding sebagai upaya perubahan rezim.
Kini, dengan lengsernya Oli, muncul pertanyaan besar: apakah gejolak demokrasi Nepal lahir murni dari rakyat, atau justru hasil intervensi sistematis yang didanai asing? (RED).
Discussion about this post