JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyinggung kembali wacana lama yang pernah dicetuskan DPR RI: pembangunan Alun-Alun Demokrasi di dalam kompleks parlemen. Menurutnya, ide menghadirkan ruang demonstrasi di halaman DPR bukan hal baru, melainkan gagasan yang dulu sempat digaungkan namun tak pernah terealisasi.
“Dulu DPR pernah menuliskannya dalam Rencana Strategis 2015-2019, bahkan sempat diresmikan secara simbolis. Tapi hingga kini, ruang itu tak pernah benar-benar ada,” kata Pigai, Minggu (14/9).
Pigai menyebut kegagalan DPR kala itu membuat aspirasi rakyat kembali terjebak di jalanan, menimbulkan kemacetan, dan rentan benturan dengan aparat. Padahal, jika proyek tersebut diteruskan, Indonesia bisa memiliki simbol demokrasi permanen seperti halnya negara-negara lain.
Dalam dokumen strategis DPR periode 2015-2019, Alun-Alun Demokrasi direncanakan dibangun di sisi kiri kompleks parlemen, menampung hingga 10 ribu massa dengan fasilitas lengkap: panggung orasi, pengeras suara, hingga jalur evakuasi. Namun, setelah peresmian simbolis pada 21 Mei 2015, proyek itu mandek tanpa kejelasan.
Upaya serupa juga pernah dicoba Pemprov DKI Jakarta pada 2016 lewat pembangunan Taman Aspirasi di Monas. Akan tetapi, ruang itu lebih berfungsi sebagai taman simbolik ketimbang wadah resmi unjuk rasa.
Kini, Pigai menilai momentum politik sedang tepat untuk menghidupkan kembali wacana tersebut. Ia merujuk pada sikap Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan komitmen pemerintah menjamin kebebasan berpendapat sesuai UUD 1945 dan konvensi internasional.
“Kita punya kesempatan kedua untuk memastikan ruang demokrasi benar-benar hadir, bukan sekadar rencana yang menguap,” tegas Pigai.
Jika gagasan ini direalisasikan, DPR bukan hanya sekadar lembaga legislasi, tetapi juga rumah aspirasi rakyat yang nyata menghadirkan ruang demokrasi di jantung parlemen (RED).
Discussion about this post