JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Korps HMI-Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati PB HMI) bersama PB HMI menggelar aksi nasional bertajuk “Koreksi Indonesia” di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/9). Kehadiran Kohati menandai peran strategis perempuan dalam menjaga demokrasi dan menyuarakan aspirasi rakyat di pusat kekuasaan negara.
Ketua Umum Kohati PB HMI, Sri Meisista, menegaskan bahwa DPR RI tidak boleh kehilangan arah dan kepercayaan publik.
“Kami berdiri di depan DPR RI hari ini untuk mengingatkan wakil rakyat bahwa kursi yang mereka duduki adalah amanah rakyat, bukan alat kepentingan segelintir elite. Kohati hadir sebagai suara moral, memastikan kritik mahasiswa tetap elegan, terarah, dan membawa solusi,” tegas Meisista.
Tujuh Suara Rakyat
Dalam aksi tersebut, Kohati bersama PB HMI mengumandangkan Tujuh Suara Rakyat sebagai koreksi bagi DPR RI dan pemerintah, yakni:
-
Reformasi partai politik agar lebih transparan dan akuntabel.
-
Pembenahan institusi publik secara serius dan menyeluruh.
-
Pemecatan wakil rakyat yang dianggap toxic dan tidak berpihak pada rakyat.
-
Penghentian pemborosan anggaran pejabat, mengutamakan layanan publik.
-
Pengesahan RUU Pro-Rakyat.
-
Revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
-
Reformasi perpajakan yang lebih adil.
Meisista menegaskan bahwa perempuan tidak boleh hanya menjadi pelengkap dalam gerakan mahasiswa. Kehadiran Kohati justru menjadi energi moral yang menyeimbangkan dinamika aksi.
“Kohati hadir di depan DPR bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi sebagai energi moral yang menyeimbangkan dinamika gerakan. Kami ingin menunjukkan bahwa suara perempuan mampu menghadirkan wajah teduh perjuangan, sekaligus menjaga kondusifitas aksi agar tetap bermartabat,” ujarnya.
Kohati PB HMI menilai bahwa demokrasi yang sehat harus ditegakkan di atas keadilan sosial, keberpihakan kepada rakyat kecil, dan kesetaraan gender. Aksi di depan DPR RI menjadi momentum penting bagi mahasiswa untuk mengingatkan kembali wakil rakyat akan tanggung jawab sejarahnya.
“Perjuangan ini tidak akan berhenti di jalan, tetapi akan kami kawal sampai ke meja kebijakan. Kohati akan terus memastikan ruang bagi suara perempuan terbuka lebar, agar demokrasi Indonesia tidak kehilangan nuraninya,” tutup Meisista.
Aksi nasional “Koreksi Indonesia” ini menjadi bukti bahwa suara mahasiswa, terutama perempuan, masih menjadi garda depan dalam menuntut keadilan dan demokrasi yang bermartabat (RED)






























Discussion about this post