JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim secara terbuka meminta bantuan Presiden Indonesia Prabowo Subianto untuk menggunakan kekuatan militer dan intelijen Indonesia dalam penyelesaian konflik berkepanjangan di Myanmar. Namun, bukan untuk tujuan militer ofensif, melainkan sebagai alat diplomasi dan mediasi antara kelompok-kelompok yang bertikai.
“Saya juga meminta bantuan Bapak Presiden untuk menggunakan segala kapasitas militer maupun intelijen, bukan dalam bentuk serangan. Tetapi untuk berdialog dan menjembatani kesepahaman di antara kelompok-kelompok di Myanmar,” ujar Anwar dalam konferensi pers bersama usai pertemuan bilateral di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Anwar menilai Indonesia memiliki modal sejarah dan kapasitas strategis yang kuat dalam peran mediasi kawasan Asia Tenggara. Pengalaman Indonesia dalam meredakan ketegangan internal Myanmar menjadi dasar permintaannya.
“Indonesia memiliki pengalaman dan sejarah panjang dalam membantu mengurangi tekanan konflik internal di Myanmar,” tegasnya.
Permintaan ini memperkuat posisi Indonesia sebagai aktor regional penting di kawasan ASEAN, terutama dalam menyikapi krisis multidimensi di Myanmar yang hingga kini belum menemui titik damai pasca kudeta militer pada 2021.
Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, sebelumnya juga menyampaikan bahwa isu Myanmar menjadi salah satu pembahasan utama dalam KTT ASEAN ke-46 di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 26 Mei 2025 lalu. Dalam forum tersebut, Indonesia mendorong langkah-langkah nyata dan kolaboratif untuk meredakan krisis.
“Ini dalam rangka menyelesaikan konflik yang ada di sana dan juga bagaimana ASEAN ini menghadapi situasi perubahan geoekonomi yang terjadi,” kata Sugiono, Selasa (27/5/2025).
Tidak hanya soal Myanmar, Anwar juga mengajak Indonesia terlibat aktif dalam meredakan ketegangan antara Thailand dan Kamboja yang kembali memanas akibat sengketa perbatasan.
“Kita merasakan kita harus coba dekati kedua-dua negara untuk meredakan dan mengurangkan suhu kehangatan, ketegangan di antara kedua negara,” ujar Anwar.
Dengan pernyataan ini, Malaysia secara tidak langsung mendorong Indonesia mengambil peran sebagai penengah regional dalam dua potensi konflik strategis: Myanmar dan Thailand-Kamboja.
Permintaan Malaysia ini menjadi ujian nyata pertama bagi Presiden Prabowo Subianto dalam hal diplomasi regional. Apakah Indonesia akan bersedia memainkan peran aktif dengan kekuatan militernya dalam konteks damai, atau tetap memilih pendekatan lunak khas diplomasi ASEAN?
Wacana ini membuka ruang diskusi baru mengenai redefinisi peran Indonesia dalam menjaga stabilitas kawasan, bukan hanya sebagai juru damai, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan strategis Asia Tenggara (RED).
Discussion about this post