TEHERAN, RADIANTVOICE. ID – Gelombang serangan rudal dari Iran terhadap Israel dalam sepekan terakhir menandai titik balik dalam peta kekuatan militer kawasan. Tak hanya menguji kesiapsiagaan Israel, serangan ini juga memperlihatkan keunggulan teknologi baru Iran: rudal hipersonik.
Serangan balasan Iran, yang diluncurkan setelah serangan udara Israel ke fasilitas militer dan intelijen Iran, mencakup ratusan rudal balistik dan drone bersenjata. Namun yang menjadi sorotan utama dunia adalah penggunaan rudal hipersonik Fattah, senjata generasi terbaru yang dilaporkan mampu menembus sistem pertahanan paling canggih sekalipun.
Fattah: Rudal Penantang Sistem Iron Dome
Menurut laporan RIA Novosti, Iran melalui Korps Garda Revolusi (IRGC) menyatakan telah berhasil menghancurkan radar Hetz PRK (komponen utama sistem Arrow Israel) menggunakan Fattah 2 dan Fattah 3, rudal hipersonik buatan dalam negeri. Kecepatan rudal ini mencapai Mach 13 atau 16.000 km/jam, memungkinkan manuver cepat dan sulit dilacak radar.
“Untuk pertama kalinya rudal kami menghantam sistem radar utama pertahanan Israel,” tulis IRGC, dalam pernyataan yang dikutip media Rusia.
Kemampuan ini membuat dunia militer terkejut. Bahkan, Iron Dome, sistem pertahanan udara andalan Israel yang terkenal efektif selama konflik-konflik sebelumnya, dilaporkan mulai kewalahan menghadapi volume dan kecepatan serangan dari Iran.
Sistem Pertahanan Israel Diambang Batas
Sumber intelijen AS-Israel yang dikutip Washington Post menyebutkan bahwa stok roket pencegat Iron Dome mulai menipis, memaksa operator sistem untuk memilih secara selektif mana ancaman yang akan dicegat—rudal atau drone.
“Mereka harus memprioritaskan. Ini pertanda sistem mulai runtuh akibat tekanan serangan simultan,” ujar sumber intelijen tersebut, Rabu (18/6).
Jarak Iran-Israel yang berkisar 1.500–2.000 km memungkinkan rudal mencapai target dalam kurang dari 15 menit, memberikan waktu sangat sempit bagi sistem pertahanan untuk bereaksi.
Target Militer, Bukan Sipil
Kendati serangan Iran berlangsung masif, pemerintah Teheran menegaskan bahwa target mereka adalah fasilitas militer strategis Israel, bukan area sipil. Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan bahwa operasi dilaksanakan dengan presisi, menyasar pusat komando, intelijen, dan sistem kendali Israel.
“Ini bukan serangan membabi buta, tapi balasan yang terukur,” kata Araghchi melalui akun X, Kamis (19/6), dikutip dari Anadolu.
Dengan keberhasilan rudal hipersonik menembus pertahanan Israel, Iran menegaskan peran strategisnya di kawasan sekaligus menantang dominasi militer udara Tel Aviv. Perkembangan ini memicu kekhawatiran internasional atas potensi perang terbuka dan penggunaan senjata berdaya rusak besar.
Pakar pertahanan memperingatkan, jika tren ini berlanjut tanpa mediasi serius, kawasan Timur Tengah akan memasuki babak baru perlombaan senjata, dengan senjata hipersonik sebagai titik krusialnya.
Discussion about this post