JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) memperingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengevaluasi secara menyeluruh kerja sama dengan narasumber yang memiliki rekam jejak meragukan, menyusul terungkapnya fakta bahwa salah satu narasumber KPK pernah menerima komisi dari proyek terkait situs judi online.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan lembaga antirasuah semestinya lebih cermat dalam memilih mitra teknis, terlebih dalam pengembangan sistem berbasis teknologi informasi yang berkaitan langsung dengan keamanan data negara.
“Seluruh produk atau sistem yang pernah dibuat oleh narasumber itu di KPK harus diperiksa ulang. Kalau perlu dimusnahkan, demi mencegah risiko kebocoran data atau penyalahgunaan sistem,” kata Boyamin, Jumat (20/6).
Menurutnya, ke depan KPK perlu bekerja sama dengan institusi yang berbadan hukum seperti perusahaan resmi, bukan individu, agar tanggung jawab hukum dan teknis dapat ditegakkan bila terjadi pelanggaran.
“Perusahaan punya kredibilitas dan struktur pengawasan. Kalau kerja sama dengan perorangan, rentan disusupi agenda pribadi,” ujarnya.
Klarifikasi KPK: Raihan Hanya Narasumber, Bukan Pegawai
Menanggapi polemik tersebut, KPK memberikan klarifikasi bahwa Raihan, yang mengaku menerima Rp200 juta dari terdakwa kasus judi online, bukanlah pegawai KPK. Ia hanya pernah menjadi narasumber dalam proyek terkait pengelolaan data dan informasi.
“Saudara Raihan bukan pegawai tetap KPK, namun memang pernah diundang menjadi narasumber dalam bidang tertentu,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (19/6).
Raihan diketahui menerima komisi setelah membantu mengembangkan perangkat lunak bernama Clandestine, yang diklaim dirancang untuk mendeteksi situs judi online. Aplikasi itu dibangun atas kesepakatan pribadi dengan terdakwa Adhi Kismanto.
Budi menegaskan bahwa keterlibatan Raihan bersifat temporer dan terbatas, serta tidak mengikat KPK secara kelembagaan.
Namun, bagi Boyamin, klarifikasi itu belum cukup. Ia menilai peristiwa ini menjadi bukti bahwa sistem perekrutan pihak eksternal di KPK perlu diperketat dan dimonitor secara berkala.
“Kalau sistemnya bocor, bukan tidak mungkin KPK justru menjadi target kompromi dari pihak-pihak yang selama ini diberantasnya,” pungkasnya (RED).
Discussion about this post