JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Komisi III DPR RI tengah menghadapi ujian penting: menyusun ulang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar lebih menjamin hak asasi manusia (HAM) di tengah praktik penegakan hukum yang masih kerap menuai kritik publik.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar pekan ini, DPR mengklaim bahwa RUU KUHAP yang tengah digodok berkomitmen menghapus praktik sewenang-wenang dalam penyelidikan dan penyidikan, khususnya oleh aparat kepolisian.
Adang Daradjatun, anggota Komisi III DPR, menyatakan bahwa prinsip-prinsip HAM menjadi fondasi dalam draf RUU tersebut.
“Intisari dari semua yang kita bicarakan ini adalah soal hak asasi, terutama saat seseorang diperiksa polisi, dituntut, dan diproses di pengadilan,” ujar Adang di Kompleks Parlemen, Kamis (19/6).
Salah satu terobosan penting dalam naskah RUU KUHAP adalah kewajiban pendampingan hukum sejak awal proses pemeriksaan. Baik itu oleh penasihat hukum, advokat, maupun minimal anggota keluarga tersangka. Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah intimidasi dan tekanan terhadap pihak-pihak yang diperiksa dalam proses hukum.
“Kesewenang-wenangan itulah yang ingin kita hilangkan. Pendampingan wajib sejak awal itu bentuk jaminan HAM yang konkret,” kata Adang.
Namun demikian, wacana ini belum sepenuhnya matang. DPR masih membuka ruang kritik dan masukan dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, advokat, dan perwakilan masyarakat sipil.
Sehari sebelumnya, Rabu (18/6), Komisi III menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Pemerintah sebagai bagian dari mekanisme legislasi. Ketua Komisi III Habiburokhman menyebut, DIM ini akan menjadi bahan awal pembahasan di DPR yang kemudian akan diuji silang dengan masukan dari para pakar.
“Kami sudah dapat konsep dari Pemerintah. Tapi sekarang kami adu dengan para ahli, mana yang benar-benar berpihak pada HAM? Itu yang akan kami prioritaskan,” ungkapnya.
Langkah ini menandakan keseriusan parlemen untuk membuka ruang deliberatif, bukan sekadar formalitas legislasi. Namun, publik tetap mewaspadai potensi pasal-pasal bermasalah yang bisa menjadi celah pelanggaran HAM.
RUU KUHAP bukan sekadar dokumen hukum teknis. Ia menjadi cermin kesungguhan negara dalam membangun sistem hukum yang adil, transparan, dan berpihak kepada warga negara. Di tengah sorotan publik terhadap kinerja aparat penegak hukum, komitmen HAM dalam KUHAP versi baru akan menjadi tolak ukur kredibilitas DPR.
Pertanyaannya kini: akankah DPR benar-benar menjalankan reformasi hukum, atau justru melanggengkan pola represif yang dibungkus wajah baru?
Proses legislasi RUU KUHAP bukan hanya soal pasal, tapi soal nilai dasar keadilan dan rasa aman warga negara. Dan di situlah, pertarungan sebenarnya sedang berlangsung (RED).
Discussion about this post