SUBANG, RADIANTVOICE.ID – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti insiden pembentangan spanduk bertuliskan “Selamatkan Persikas” yang terjadi saat agenda Nganjang ka Warga edisi ke-9 di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Rabu (28/5). Dedi menduga ada kekuatan politik yang sengaja menggerakkan massa untuk melakukan aksi tersebut.
Menurut Dedi, sebagian dari pembentang spanduk bahkan masih berstatus sebagai pelajar. Ia menyebut mereka datang dari berbagai wilayah di Kabupaten Subang dan berkumpul di satu titik dengan menggunakan kendaraan bermotor, menempuh jarak yang cukup jauh pada malam hari.
“Ini yang saya sesalkan. Karena di balik ini adalah kekuatan politik yang menggunakan sepak bola sebagai alat. Tidak boleh politisi praktis mempolitisasi sepak bola, apalagi menyeret anak-anak remaja. Ini sangat berbahaya,” kata Dedi melalui akun Instagram pribadinya, dikutip Jumat (30/5).
Dedi mengecam keras praktik politik yang melibatkan anak-anak dalam aksi seperti itu. Ia meminta para politikus yang terlibat untuk menghentikan cara-cara berpolitik yang menurutnya tidak sehat.
“Hentikan cara-cara politik buruk. Gunakan cara yang profesional. Politik ya politik, olahraga ya olahraga. Jangan dicampur,” tegasnya.
Terkait video yang memperlihatkan dirinya marah kepada para pembentang spanduk, Dedi mengaku tidak mempermasalahkan jika sikap emosionalnya menjadi konsumsi publik.
“Saya bukan cari citra. Kalau memang harus marah, ya saya marah. Kalau sedih, saya sedih. Kalau senang, saya senang. Kalau sikap saya dianggap gorengan politik, saya tidak peduli,” ucapnya.
Dedi juga menyinggung soal isu penjualan klub sepak bola Persikas Subang. Ia menyatakan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan mencampuri urusan internal klub yang sudah dikelola secara profesional oleh perusahaan swasta.
“Persikas itu klub profesional. Pemerintah daerah tidak bisa ikut campur. Kalau pun ada bantuan, hanya berupa sarana dan prasarana. Tidak boleh pakai uang negara untuk kepentingan klub profesional,” pungkasnya.
Insiden ini menjadi sorotan publik, terutama di kalangan pecinta sepak bola dan pemerhati politik lokal, yang menilai bahwa batas antara olahraga dan politik harus dijaga dengan tegas agar tidak merugikan masyarakat, apalagi generasi muda (RED).
Discussion about this post