YOGYAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Ruang aman demokrasi kampus kembali terguncang. Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) yang mengajukan uji formil terhadap Undang-Undang TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK) diduga menjadi korban praktik intimidasi dan pelanggaran hak privasi.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa FH UII, M. Rayyan Syahbana, dijelaskan bahwa mahasiswa bernama Abdur Rahman Aufklarung dan Irsyad Zainul Mutaqin mengalami pengambilan data pribadi secara tidak sah. Data tersebut diduga diminta oleh orang yang mengaku berasal dari Mahkamah Konstitusi kepada Ketua RT tempat tinggal mahasiswa.
Permintaan data tersebut terjadi hanya dua hari menjelang sidang lanjutan pada 22 Mei 2025. Saat sidang berlangsung, pemohon mengonfirmasi langsung kepada Hakim Konstitusi, dan mendapatkan jawaban bahwa tidak ada perintah dari MK untuk melakukan pengumpulan data pribadi semacam itu.
“Artinya, ada pihak-pihak yang menyalahgunakan nama Mahkamah Konstitusi, dan itu sangat mencederai proses hukum yang seharusnya bebas dari tekanan,” tegas Rayyan saat konferensi pers di FH UII, Senin (26/5).
Gugatan yang diajukan para mahasiswa ini bersifat uji formil, bukan uji materiil. Mereka mempersoalkan proses pembentukan UU TNI karena diduga tidak memenuhi prinsip keterbukaan publik dan partisipasi masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Mereka juga menyebut adanya kejanggalan dalam Naskah Akademik revisi UU TNI, yang seharusnya menjadi dasar ilmiah perumusan undang-undang.
Namun alih-alih mendapat ruang dialog yang sehat, mereka justru mendapati tindakan-tindakan mencurigakan yang dinilai melanggar hak konstitusional.
Menurut pernyataan sikap tersebut, tindakan pengambilan data oleh pihak yang tak jelas identitasnya melanggar UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, serta Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Mereka juga menilai situasi ini sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945.
“Ini bukan sekadar tekanan psikologis. Ini adalah pembungkaman yang dibungkus prosedur,” kata Rayyan.
Keluarga Mahasiswa FH UII menyatakan bahwa tindakan represif terhadap aktivitas konstitusional warga negara, termasuk mahasiswa, merupakan bentuk kemunduran demokrasi dan berpotensi menjadi preseden buruk ke depan.
Dalam sikap tegasnya, mereka meminta pemerintah dan institusi penegak hukum menjamin perlindungan terhadap hak-hak mahasiswa untuk menyampaikan kritik melalui jalur hukum secara aman.
Tak hanya mahasiswa, dosen serta Wakil Dekan FH UII, Agus Trianto, juga ikut dalam konferensi pers. Ia menyatakan dukungan penuh fakultas terhadap inisiatif mahasiswa yang sah secara hukum dan akademik.
“Ini bukan sekadar ekspresi idealisme, ini praktik nyata pendidikan hukum dan demokrasi. Dan kampus akan terus membela itu,” kata Agus.
Keluarga Mahasiswa FH UII menutup pernyataan sikap dengan seruan kepada seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersolidaritas menjaga ruang demokrasi, khususnya di lingkungan akademik.
“Jika mahasiswa yang menggunakan jalur hukum untuk menyampaikan kritik saja dibayangi ketakutan, maka ini bukan hanya masalah kampus, tapi masalah bangsa,” ujar Rayyan (RED)
Discussion about this post