JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Pencabutan opini dari kolom Detik.com belum lama ini membuka kembali perdebatan tentang batas dan tantangan kebebasan berekspresi di Indonesia. Meski menghormati kebijakan redaksi media, Dewan Pers memperingatkan bahaya dari praktik membungkam suara kritis, apalagi jika disertai dugaan intimidasi terhadap penulis.
Dalam siaran persnya, Dewan Pers menegaskan belum pernah mengeluarkan rekomendasi pencabutan artikel yang ditulis oleh seorang mahasiswa dan sempat tayang di Detik.com pada 22 Mei 2025. Dewan juga tengah menelusuri laporan yang diajukan oleh penulis artikel tersebut.
Yang menjadi sorotan utama adalah dugaan intimidasi terhadap penulis opini, yang dikutuk keras oleh Dewan Pers. Menurut mereka, segala bentuk tekanan terhadap warga yang menyampaikan pendapat, apalagi mahasiswa, merupakan bentuk pelemahan terhadap ruang demokrasi.
“Demokrasi tak akan hidup jika suara-suara kritis dibungkam, apalagi dengan cara intimidatif,” kata pernyataan resmi Dewan Pers, Sabtu (24/5).
Tak hanya itu, Dewan Pers juga mengingatkan media untuk bertanggung jawab menjelaskan alasan pencabutan sebuah tulisan kepada publik. Transparansi tersebut penting untuk menjaga kepercayaan dan integritas media di tengah arus informasi yang kian cepat berubah.
Selain mengecam dugaan intimidasi, Dewan Pers juga mengimbau masyarakat dan pihak-pihak terkait agar menghindari kekerasan dan praktik main hakim sendiri dalam menanggapi opini publik.
“Bereaksi boleh, tetapi harus dalam koridor hukum dan demokrasi,” tambahnya.
Pernyataan Dewan Pers ini menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap kebebasan berpendapat bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal keberanian menjaga ruang diskusi tetap terbuka—terutama di tengah iklim politik dan sosial yang makin sensitif (RED)
Discussion about this post