GRESIK, RADIANTVOICE.ID – Haflah Akhirissanah Ke-35 dan Tahfizul Quran Ke-4 SMA Muhammadiyah 8 Cerme (Smamdela) berlangsung meriah di Hall Sang Pencerah Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), Sabtu (17/5/25). Acara ini tak hanya menjadi momen pelepasan siswa, tapi juga ruang refleksi mendalam soal makna pendidikan.
Hadir sebagai pembicara utama, Prof. Dr. Biyanto, M.Ag. (Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur sekaligus Staf Ahli di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah). Ia membuka pidato dengan menyentil isu sensitif: istilah “wisuda” yang kini jadi kontroversial di beberapa daerah.
Menurutnya, tidak ada larangan resmi dari kementerian terhadap penyelenggaraan wisuda selama dilakukan secara sukarela dan dimusyawarahkan. “Yang penting bukan label acaranya, tapi makna syukur atas perjuangan belajar,” ujarnya disambut tepuk tangan hadirin.
Ia juga mengapresiasi berbagai istilah alternatif seperti “purnasiswa”, “inaugurasi”, atau “akhirissanah” yang kini dipakai banyak sekolah, namun tetap menegaskan bahwa esensinya adalah perayaan pendidikan.
Momen itu juga dimanfaatkan Prof. Biyanto untuk menekankan bahwa pendidikan bisa menjadi jalan mengubah takdir. Ia mengisahkan masa kecilnya yang penuh keterbatasan di Lamongan, namun perlahan berubah berkat perjuangan di jalur pendidikan.
“Dulu saya berasal dari wilayah yang sering disebut ‘Banglades’—bangsa Lamongan ndeso. Tapi saya yakin, pendidikan adalah jembatan menuju masa depan,” ucapnya.
Ia menyebut, pendidikan tidak hanya membangun kemampuan akademik, tetapi juga membentuk mental, membangun rasa percaya diri, dan membuka peluang yang lebih besar. Sikap minder sebagai anak desa harus dikikis dengan semangat belajar.
Tak hanya kisah pribadi, ia juga mengangkat nama-nama lain yang tumbuh dari latar sederhana namun sukses karena pendidikan, seperti Mohammad Nurfatoni dan Prof. Khoirul Anam, Rektor UMG saat ini.
Prof. Biyanto lalu mengingatkan pentingnya pembaruan kurikulum sesuai perkembangan zaman. “Kami sudah menambahkan pelajaran seperti AI dan coding. Ini penting agar anak-anak kita tidak gagap menghadapi masa depan,” katanya.
Ia memperkenalkan konsep deep learning yang terdiri dari mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. Ketiganya harus menjadi dasar pendekatan baru dalam pendidikan saat ini dan ke depan.
Menjelang akhir, ia mengajak siswa tidak minder jika tidak diterima di kampus negeri. “Yang membedakan kampus negeri dan swasta itu bukan tempatnya, tapi tekad mahasiswanya,” tegasnya.
Ia bahkan menyebut UMG sebagai kampus swasta unggulan yang tak kalah dari PTN. Akreditasi unggul dan peluang beasiswa membuatnya layak jadi pilihan utama.
Pidato ditutup dengan pesan penuh harapan: “Jangan hanya jadi penonton sejarah. Jadilah pelaku. Jadilah pemimpin. Jadilah bagian dari Generasi Emas 2045,” tuturnya, disambut gemuruh tepuk tangan (RED).
Discussion about this post