JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (KPI DKI) mendesak pemerintah pusat dan para pemangku kepentingan untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi ketimpangan antara media konvensional dan platform digital. Hal ini menyusul gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda berbagai media, dari cetak hingga penyiaran, yang dianggap sebagai sinyal kerusakan ekosistem media nasional.
Wakil Ketua KPI DKI, Rizky Wahyuni, menyatakan bahwa krisis yang sedang dihadapi media bukan hanya soal ekonomi, tetapi menyentuh aspek fundamental dari demokrasi itu sendiri.
“Kita sedang menghadapi darurat informasi. Media sebagai pilar demokrasi sedang rapuh, dan jika tidak segera diperbaiki, akan berdampak serius pada kualitas demokrasi dan keterbukaan informasi publik,” tegas Rizky di Jakarta, Jum’at (16/5/2025).
Ia menambahkan bahwa ketimpangan regulasi dan model bisnis antara media konvensional dan platform digital menjadi pemicu utama. Media konvensional yang selama ini mematuhi standar etika jurnalistik dan regulasi penyiaran kini kalah bersaing dengan platform digital yang tidak memiliki kewajiban serupa namun menguasai distribusi dan monetisasi konten.
KPI DKI mengusulkan sejumlah arah kebijakan reformasi, termasuk revisi Undang-Undang Penyiaran dan Undang-Undang Pers agar mencakup pengaturan platform digital seperti media sosial dan over-the-top (OTT). Lembaga pengawas seperti KPI dan Dewan Pers juga perlu diperkuat mandat serta kapabilitas teknologinya agar mampu menjawab tantangan era digital.
Kebijakan kompensasi konten juga menjadi sorotan. Rizky mendorong hadirnya regulasi yang mewajibkan platform digital memberikan kompensasi kepada media lokal dan nasional atas penggunaan konten mereka. “Media tidak boleh hanya jadi pemasok gratis untuk algoritma bisnis platform global,” ujarnya. Model seperti digital levy dan negosiasi kolektif melalui asosiasi media disebut sebagai langkah penting ke arah keadilan digital.
Selain regulasi, perlindungan terhadap jurnalisme berkualitas dan pengembangan media komunitas juga menjadi prioritas. KPI DKI menyarankan adanya skema insentif pajak, subsidi konten lokal, hingga dukungan untuk liputan investigasi dan isu-isu publik strategis seperti lingkungan, pendidikan, dan budaya.
Krisis yang terjadi juga berdampak pada ribuan pekerja media. Oleh karena itu, KPI DKI menekankan pentingnya program reskilling, pelatihan wirausaha media, serta pendampingan untuk jurnalis dan teknisi media yang terdampak PHK. Pemerintah didorong untuk menciptakan Media Innovation Hub dan skema kemitraan yang tetap menjamin independensi redaksi.
“Krisis ini bukan hanya persoalan satu-dua perusahaan media. Ini masalah sistemik yang harus disikapi dengan kebijakan lintas sektor. Jika tidak, kita berisiko kehilangan ekosistem informasi yang sehat, dan itu akan mengancam masa depan demokrasi di Indonesia,” tutup Rizky Wahyuni (RED).
Discussion about this post