JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Wakil Ketua Umum PPP, Rusli Effendi, menegaskan bahwa kursi Ketua Umum partai berlambang Ka’bah itu seharusnya diisi oleh kader murni, bukan sekadar tokoh populer yang tiba-tiba masuk ke arena perebutan pucuk pimpinan.
“Kalau saya meyakini masih tetap partai ini dipimpin oleh kader murni,” kata Rusli saat diwawancarai, Selasa (14/5/2025).
Pernyataan Rusli itu menjadi penegasan di tengah isu masuknya beberapa nama eksternal seperti Amran Sulaiman dan Dudung Abdurachman dalam bursa calon ketua umum menjelang Muktamar PPP 2025. Menurutnya, ketokohan saja tidak cukup untuk membesarkan partai.
“Ya tapi partai tidak semata-mata karena ketokohan, harus semata uang juga kan. Ya nyatanya juga tidak memberi dampak elektoral yang berarti,” ujar Rusli.
Ia bahkan secara gamblang menyebut bahwa kehadiran tokoh eksternal yang pernah didaulat menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP, seperti Sandiaga, tidak membuahkan hasil signifikan dalam perolehan suara di Pemilu 2024.
Bagi Rusli, partai politik membutuhkan kader yang loyal, paham kultur organisasi, dan tumbuh dari rahim perjuangan partai sendiri—bukan figur luar yang tiba-tiba ingin mengambil alih kemudi.
“Tapi kalau untuk Ketum, ada persyaratan AD/ART yang harus dilalui,” tambahnya.
Meski begitu, PPP disebut tetap terbuka kepada tokoh-tokoh nasional yang ingin bergabung, selama mereka menghormati mekanisme internal dan bukan sekadar mendompleng nama besar demi kepentingan politik sesaat.
Rusli juga menanggapi isu bahwa Ketua Umum ideal sebaiknya dekat dengan Presiden Prabowo. Ia menilai, hubungan baik antar-elit penting, tetapi bukan syarat utama.
“Pak Prabowo itu justru memberi ruang partai politik untuk mandiri,” kata Rusli. Ia menyebut relasi baik antara PPP dan Presiden tetap terjaga melalui tokoh-tokoh yang kini berada di dalam pemerintahan, termasuk Plt Ketum PPP, Muhamad Mardiono.
Dengan eskalasi politik menjelang muktamar, Rusli berharap suara kader daerah tetap konsisten mendukung kader internal. “Marwah partai jangan dikorbankan demi eksperimen politik,” pungkasnya (RED).
Discussion about this post