Oleh : Iswandi Syahputra
Tulisan ringan ini didorong oleh sebuah kebingungan. Mengapa Presiden Prabowo sampai menjemput langsung Agung Surahman, Aspri (Asisten Pribadi) di Bengkulu sebelum melakukan lawatan ke Luar Negeri?
Setelah saya tanya beberapa sumber, sedikit tersingkap profil kekuatan dan kelebihan Agung yang sangat langka, nyaris tidak dimiliki diplomat Indonesia. Pikiran saya lantas melayang ke tahun 2012.
Dalam sebuah kesempatan akhir Oktober tahun 2012. Sekjend PBB saat itu Ban Ki Moon mengundang Psy ke kantor PBB. Psy seorang penyanyi Korea Selatan bernama asli Park Jae-sang, sangat terkenal saat itu karena menarikan Gangnam Style. Sementara Moon yang menyukai Gangnam Style mengaku cemburu dengan Psy. Keduanya kemudian tertawa dan menari Gangnam Style bersama di kantor PBB.
Korea Selatan, selain India dan Cina, tentu saja Amerika, merupakan salah satu contoh negara yang sukses menggunakan seni, khususnya musik atau lagu sebagai salah satu instrumen popular untuk diplomasi internasional. Menjadikan musik atau lagu sebagai sarana diplomasi dapatlah saya sebut sebagai Smart Power dalam diplomasi. Ini berbeda dengan diplomasi berbasis Hard Power atau Soft Power.
Smart power dalam diplomasi ini yang saya lihat sedang dimainkan Prabowo dalam panggung diplomasi internasional. Mencari kawan sebanyak-banyaknya dengan menggunakan daya tarik menyanyi.
Saya jadi teringat masa kecil di Medan, banyak kawan hampir tiap malam akhir pekan begadang, sambil bernyanyi di ujung gang. Nasehat kawan saat itu pada saya, “Anak Medan harus bisa menyanyi biar banyak kawan di perantauan”.
Kecerdasan Prabowo tampak salah satunya muncul dalam pilihan smart power dalam diplomasi dengan menggunakan musik atau lagu sebagai instrumen untuk mencari kawan sebanyak-banyaknya. Kawan didekati secara emosional, mendalam, intens dan berbekas sebagai kenangan indah.
Berbeda dengan hard power yang menggunakan kekuatan material seperti populasi, wilayah, militer atau kompetensi politik atau soft power yang bersandar pada toleransi atau kohesi sosial. Smart power merupakan kekuatan diplomasi yang bersandar pada penghormatan yang tinggi dan ketertarikan yang dalam pada budaya negara lain. Salah satu praktiknya dengan menyanyikan dengan baik dan benar lagu dari negara tujuan. Sehingga lagu menjadi alat smart power dalam diplomasi internasional.
Sebenarnya ini juga bukan hal baru. Eropa abad ke-18, para diplomat turut berkontribusi dalam budaya musik di Wina, Austria yang dikenal sebagai kota musik klasik dunia. Cina era Kaisar Cina Hui-Tsung juga menggunakan musik sebagai sarana penyebaran pengaruhnya di kawasan. Hanya saja bedanya, musik sebagai sarana penyebaran pengaruh tentu berbeda dengan musik sebagai sarana penghormatan.
Sebagai penghormatan dalam diplomasi, musik dan lagu dinyanyikan oleh orang Indonesia tapi lirik lagu dan bahasanya menggunakan bahasa asli negara sahabat. Dapat dinyanyikan di negara tujuan saat Presiden melakukan kunjungan ke LN atau di Indonesia saat Presiden menerima kunjungan tamu negara.
Di sinilah sosok Agung Surahman, Aspri Presiden Prabowo memang tidak ada duanya. Maaf, Agung Surahman sejauh ini memang belum ada duanya, cenderung langka.
Lihat saja bagaimana suaranya yang bulet, serius, dalam banget saat menyanyikan lagu Ge Chang Zu Guo di depan Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Prabowo saat keduanya bertemu di Cina. Padahal pengakuan Agung, saat itu dia diminta menyanyi mendadak tanpa persiapan.
Tidak cukup itu, lihat juga saat Agung menyanyi berbahasa Turki berjudul Ceddin Deden. Presiden Turki Erdogan yang saat itu tengah berkunjung ke Indonesia sampai ikut pegang mikropon ikut bernyanyi.
Sementara saya, tiap kali pegang mikropon, bawaannya mau kumandang Azan saja rasanya (*).
*Penulis adalah Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Discussion about this post