JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia melaporkan tiga kasus ketenagakerjaan di sektor media ke Dewan Pers. Kasus ini melibatkan jurnalis dari CNN Indonesia, Pinusi.com, dan Voice of America (VOA). Langkah ini bertujuan menyoroti persoalan ketenagakerjaan yang masih terjadi di berbagai perusahaan media.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia, Edi Faisol, menyatakan bahwa laporan ini hanyalah sampel dari banyaknya pelanggaran hak pekerja media.
“Survei nasional kami menunjukkan kondisi pekerja freelance juga sangat memprihatinkan,” ujar Edi saat bertemu Dewan Pers di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Menurut Edi, banyak perusahaan media, baik nasional maupun daerah, yang tidak mematuhi standar verifikasi Dewan Pers dan aturan ketenagakerjaan. Bahkan, media asing seperti VOA dianggap lalai memenuhi kewajibannya terhadap pekerja.
Salah satu contoh pelanggaran terjadi pada mantan Ketua AJI Indonesia, Sasmito, yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh VOA. Kasus ini menegaskan perlunya pengawasan ketat terhadap perusahaan media.
AJI meminta Dewan Pers menjalin kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan. Tujuannya, meningkatkan pengawasan hubungan industrial agar lebih adil dan memadai.
Edi menegaskan bahwa perusahaan media yang tidak mampu membayar upah layak seharusnya kehilangan sertifikasi Dewan Pers.
“Lebih baik dicabut sertifikasinya daripada menjadi tempat eksploitasi jurnalis,” katanya.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengakui bahwa selama ini fokus Dewan Pers lebih banyak pada sengketa konten berita. Ia menyebut bahwa perhatian terhadap masalah ketenagakerjaan juga harus menjadi prioritas.
Ninik menyoroti pentingnya syarat verifikasi media, yang mencakup upah sesuai UMR dan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Namun, masih banyak perusahaan yang memanipulasi dokumen verifikasi.
“Beberapa perusahaan bahkan meminta pekerjanya mengembalikan uang setelah menerima transfer upah sesuai UMP,” ujar Ninik. Praktik ini menjadi salah satu bentuk pelanggaran yang harus ditindak tegas.
Ninik juga mendorong perusahaan media menghormati hak jurnalis untuk mendirikan serikat pekerja. Sayangnya, kasus seperti yang dialami Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI) menunjukkan bahwa dialog konstruktif sering kali tidak terjadi.
Hak berserikat, menurut Ninik, adalah bagian dari hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28 UUD 1945.
“Pendirian serikat pekerja tidak boleh dihalang-halangi,” tegasnya.
Dewan Pers bahkan mengusulkan agar keberadaan serikat pekerja dijadikan nilai tambah dalam proses verifikasi media. Hal ini diharapkan mampu mendorong perusahaan media lebih peduli terhadap kesejahteraan karyawannya.
Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Totok Suryanto, menyoroti ketergantungan banyak media daerah pada anggaran pemerintah. Ketergantungan ini dianggap mengancam independensi jurnalistik.
“Ketergantungan ini membuat media berpotensi menjadi alat propaganda atau hubungan masyarakat bagi pemerintah daerah,” jelas Totok. Kondisi ini, menurutnya, perlu segera diatasi.
Dewan Pers berencana memperketat regulasi terkait pengawasan implementasi syarat administrasi perusahaan media. Langkah ini diharapkan mampu mencegah pelanggaran ketenagakerjaan dan meningkatkan kualitas industri media secara keseluruhan (RED).
Discussion about this post