JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo, masuk dalam daftar nominasi tokoh yang dinilai berkontribusi besar memperburuk kejahatan terorganisir dan korupsi sepanjang 2024 oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Meskipun penghargaan “Person of the Year 2024” jatuh kepada mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, YLBHI menilai nominasi tersebut sebagai sinyal buruk bagi situasi demokrasi, hukum, dan hak asasi manusia di Indonesia.
Dalam pernyataan resminya, YLBHI menguraikan setidaknya 10 faktor yang menunjukkan praktik korupsi sistematis selama pemerintahan Jokowi. Beberapa poin kritis mencakup pelemahan KPK melalui revisi undang-undang yang membuat lembaga tersebut berada di bawah kendali eksekutif, disertai pemberhentian puluhan pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan.
YLBHI juga menyoroti revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang memprioritaskan kepentingan investor dibandingkan masyarakat terdampak. Selain itu, omnibus law menjadi sorotan karena prosesnya yang minim partisipasi publik dan penolakan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembatalan undang-undang tersebut.
“Jokowi bahkan mengeluarkan Perppu dengan substansi yang sama tanpa memperhatikan aspirasi rakyat,” ungkap YLBHI.
Nepotisme dan Sentralisasi Kekuasaan
Selain kebijakan kontroversial, rezim Jokowi juga disebut menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer dan nepotisme kekuasaan. YLBHI mencatat pengangkatan relawan dan orang dekat Jokowi dalam berbagai jabatan strategis, baik di pemerintahan maupun BUMN, sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Penguasaan proyek strategis nasional, seperti Rempang Eco City dan Wadas, juga dinilai merampas ruang hidup rakyat dengan cara-cara represif. Bahkan, YLBHI menyebut upaya mempercepat Pilkada 2024 sebagai langkah untuk memperkokoh posisi keluarga dan pendukung Jokowi.
YLBHI mencatat pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam bentuk represi terhadap aksi masyarakat sipil. “Aksi menolak omnibus law dan proyek strategis nasional direspon dengan kekerasan, penangkapan sewenang-wenang, hingga kriminalisasi,” ujar mereka.
Melalui 10 poin kritik ini, YLBHI menyimpulkan bahwa nominasi Jokowi oleh OCCRP adalah cerminan situasi demokrasi dan hukum yang memprihatinkan di Indonesia. “Korupsi sistemik ini bukan hanya soal penyalahgunaan uang, tetapi juga kekuasaan untuk mengamankan kepentingan pribadi dan politik,” tegas YLBHI.
YLBHI mengingatkan bahwa keberlanjutan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme akan berdampak buruk bagi pembangunan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Mereka mendesak masyarakat untuk terus kritis dan tidak terjebak dalam praktik oligarki yang mengancam prinsip negara hukum (RED).
Discussion about this post