JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, menyoroti keputusan DPR RI memilih lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Ia menilai keputusan tersebut berpotensi mengikis independensi KPK sebagai lembaga antikorupsi yang seharusnya bersifat independen.
“Keputusan DPR RI memilih pimpinan KPK dari unsur kepolisian, kejaksaan, hakim, dan mantan anggota BPK menunjukkan adanya patronase organisasi yang dapat memengaruhi tindakan dan kehendak dalam pemberantasan korupsi,” ujar Hendardi dalam pernyataannya, Kamis (21/11/2024).
Menurutnya, DPR RI memiliki kewenangan untuk memilih pimpinan KPK, tetapi seharusnya mempertimbangkan esensi pembentukan lembaga tersebut. “KPK dibentuk sebagai antitesis atas kinerja kepolisian dan kejaksaan yang sebelumnya dianggap tidak akuntabel dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Hendardi juga menyoroti proses seleksi yang dinilainya sudah dirancang sejak awal untuk melemahkan KPK. Ia mengaitkan hal ini dengan revisi UU KPK pada 2019 yang melemahkan kewenangan lembaga tersebut. “Pilihan DPR ini hanya melanjutkan skenario pelemahan KPK yang telah dirancang sejak revisi UU 19/2019,” tegasnya.
Ia menambahkan, representasi masyarakat sipil yang bisa menjadi variabel independensi KPK sama sekali diabaikan dalam seleksi kali ini. “DPR tidak memberi ruang bagi calon perwakilan masyarakat sipil, padahal itu langkah minimal untuk menjaga independensi KPK,” ujar Hendardi.
Hendardi juga menilai narasi keberhasilan Polri dan Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi digunakan sebagai instrumen pelemahan KPK. Menurutnya, formula kepemimpinan yang terpilih saat ini lebih mencerminkan duta dari organ-organ negara dibandingkan penjaga independensi.
“Formula seperti ini sulit mendapat kepercayaan publik. Hanya ada peragaan permukaan dan basa-basi pemberantasan korupsi yang mungkin akan dilakukan untuk sekadar menghibur rakyat,” tambahnya.
Ia juga memprediksi bahwa komposisi baru KPK ini akan menuai kritik luas dari publik. “Dalam situasi seperti ini, sangat dimaklumi jika muncul mosi tidak percaya dari masyarakat terhadap KPK 2024-2029, bahkan terhadap DPR RI, khususnya Komisi III,” katanya.
Hendardi mengingatkan bahwa KPK didirikan untuk melawan praktik korupsi yang tidak mampu diselesaikan lembaga negara lain. Jika independensi lembaga ini tergerus, maka tujuan utama pembentukannya menjadi sia-sia.
“Kepercayaan publik adalah aset utama KPK. Tanpa itu, pemberantasan korupsi hanya menjadi panggung simbolis tanpa substansi,” ujarnya lagi.
Ia berharap agar KPK tetap mampu membuktikan integritasnya meski dirundung banyak keraguan. “Beban ada pada pimpinan baru. Mereka harus menunjukkan bahwa keputusan ini bukan awal dari kemunduran, tetapi peluang untuk membuktikan bahwa KPK masih relevan,” tutup Hendardi.
Komentar Hendardi menjadi refleksi atas dinamika politik dalam seleksi pimpinan KPK. Keputusan ini akan terus mendapat sorotan tajam dari publik dan berbagai elemen masyarakat sipil (RED).
Discussion about this post