JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) menyuarakan usulan agar Ali Sastroamidjoyo, Soegarda Poerbakawatja, dan Sri Soemantri dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Usulan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal DPP PA GMNI, Abdy Yuhana, yang menilai ketiga tokoh tersebut berperan penting dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan ideologi negara melalui konsep empat pilar: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Abdy Yuhana menyebutkan, pengakuan terhadap ketiga tokoh ini sangat relevan, terutama dalam peringatan Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November. “Bung Karno pernah menyampaikan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Penghargaan ini akan mengingatkan kita pada pentingnya persatuan, gotong royong, dan pengabdian yang tanpa pamrih,” ungkap Abdy di Jakarta, Sabtu (9/11).
Ali Sastroamidjoyo, yang lahir pada 21 Mei 1903, pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia selama dua periode. Selain aktif di Partai Nasional Indonesia (PNI), Ali juga dikenal sebagai sosok yang berjasa dalam memperkenalkan Indonesia di kancah internasional melalui Konferensi Asia-Afrika (KAA), yang merupakan tonggak penting dalam diplomasi global.
“Selain menjadi Perdana Menteri, Ali juga memimpin Indonesia di KAA, yang hingga kini diakui sebagai langkah strategis dalam memperkuat solidaritas negara-negara Asia dan Afrika,” lanjut Abdy.
Tidak hanya Ali, Soegarda Poerbakawatja (1899–1984) juga disebut memiliki kontribusi signifikan di bidang pendidikan. Abdy menjelaskan, Soegarda terlibat dalam pendirian sejumlah universitas besar, seperti Universitas Syiah Kuala di Aceh, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, dan Universitas Cenderawasih di Papua. Perannya yang luas dalam dunia pendidikan menjadikan Soegarda sebagai tokoh yang layak dikenang.
Sri Soemantri, tokoh lain yang diusulkan, dikenal sebagai pakar hukum tata negara asal Tulungagung. Sri Soemantri merupakan Guru Besar Emeritus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dan anggota Konstituante terakhir dari PNI yang wafat pada 2016. Menurut Abdy, kiprahnya dalam membangun dasar hukum negara menjadi alasan kuat untuk menyematkan gelar pahlawan kepadanya.
Abdy menambahkan, Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November merupakan momen untuk merefleksikan semangat perjuangan para pahlawan. Pertempuran di Surabaya yang menjadi latar sejarah Hari Pahlawan adalah simbol keberanian bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan. “Semangat itu yang kita harus jaga dan kembangkan, khususnya pada generasi muda,” ujarnya.
Tahun ini, Hari Pahlawan mengusung tema “Teladani Pahlawanmu, Cintai Negrimu,” yang diharapkan dapat memperkuat kesadaran cinta tanah air. “Nilai-nilai keberanian, patriotisme, dan gotong royong adalah esensi yang tak boleh hilang,” tegas Abdy.
Usulan PA GMNI ini diharapkan mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk mempertimbangkan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada ketiga tokoh tersebut. “Pemberian gelar ini bukan hanya penghargaan, melainkan juga bentuk penegasan atas kontribusi mereka dalam mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan makmur,” tutup Abdy (RED).
Discussion about this post