SURABAYA, RADIANTVOICE.ID – Universitas Airlangga (Unair) tengah menghadapi sorotan setelah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dibekukan oleh dekanat. Langkah ini diambil menyusul kritik pedas yang disampaikan mahasiswa terhadap Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melalui karangan bunga. Kritik tersebut menyinggung isu demokrasi dan etika kepemimpinan di era baru pemerintahan ini.
Dosen FISIP Unair, Airlangga Pribadi Kusman, menyampaikan rasa prihatinnya terhadap keputusan ini. Ia menganggap bahwa tindakan dekanat merespons kritik mahasiswa dengan pembekuan BEM adalah langkah yang berlebihan.
“Pembekuan BEM FISIP Unair oleh Dekanat adalah suatu reaksi berlebihan yang dilakukan aparat kampus kepada mahasiswanya,” tegas Airlangga Pribadi Kusman di Surabaya, Minggu (27/10/2024)
Sebagai pengamat politik, Airlangga menekankan pentingnya kritisme di lingkungan akademik sebagai bagian dari kehidupan demokrasi. Ia menyatakan bahwa sikap kritis mahasiswa seharusnya dilihat sebagai perwujudan peran mahasiswa dalam merespons permasalahan sosial-politik di Indonesia saat ini.
“Ketika situasi sosial-politik yang terjadi saat ini menunjukkan munculnya berbagai persoalan yang muncul, maka sikap mahasiswa BEM FISIP Unair hendaknya dimaknai sebagai perwujudan sikap kritisisme terhadap keadaan,” katanya.
Airlangga juga menyoroti bahwa kampus adalah tempat bagi mahasiswa untuk berekspresi dan mengembangkan pandangan kritis. Menurutnya, Universitas Airlangga, sebagai institusi pendidikan, seharusnya menjadi wadah yang mendukung kebebasan mimbar akademik dan nilai-nilai demokrasi.
“Pihak kampus, di mana universitas ada kebebasan mimbar akademik dan penghormatan nilai-nilai demokrasi, hendaknya memberikan ruang dan sarana berekspresi, ketika ruang tersebut semakin lama semakin terkikis di berbagai tempat,” tambahnya.
Keputusan pembekuan BEM FISIP Unair mengundang berbagai tanggapan di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa tindakan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap peran mahasiswa sebagai pilar kritis dalam demokrasi.
Sementara itu, Dekan FISIP Unair, Prof. Bagong Suyanto, saat dimintai keterangan memilih untuk tidak berkomentar banyak. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya akan memberikan penjelasan resmi setelah pertemuan dengan pengurus BEM FISIP pada pekan depan.
“Senin saja saya statement resmi setelah bertemu BEM,” tegas Prof. Bagong.
Keputusan untuk bertemu BEM ini diharapkan bisa menjadi momen untuk membuka dialog antara pihak fakultas dan mahasiswa. Banyak yang berharap pertemuan ini dapat meredakan ketegangan dan membawa solusi yang adil bagi kedua belah pihak.
Di sisi lain, pembekuan ini memicu diskusi lebih luas tentang peran kampus dalam mendukung kebebasan berpendapat. Banyak yang mempertanyakan, apakah kampus masih menjadi tempat yang aman bagi mahasiswa untuk mengungkapkan aspirasi mereka.
Isu pembekuan ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak. Publik kini menantikan hasil dari pertemuan antara dekanat dan BEM, dan berharap dialog ini dapat mengembalikan ruang kritis bagi mahasiswa FISIP Unair (RED).
			








		    





















                
Discussion about this post