JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Majelis Nasional KAHMI di Auditorium Wisma Kemenpora, Jakarta, Rabu (9/10), Prof. Dr. Mahfud MD, Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional KAHMI, menegaskan bahwa tidak ada Keputusan Presiden (Keppres) yang berisi permintaan maaf kepada PKI. Pernyataan ini disampaikan dalam pidatonya yang bertajuk “Rekonstruksi Kehidupan Demokrasi, Politik, Hukum, dan Keadilan Sosial dalam Cita Negara yang Merdeka dan Berdaulat”.
“Demokrasi tanpa konstitusi dan hukum bisa menjadi liar. Karena itu, agar kehidupan bernegara bisa berjalan dengan baik, kita harus tunduk pada konstitusi dan hukum,” tegas Mahfud. Ia juga menekankan bahwa Keppres No. 17 Tahun 2022, yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo, tidak mengandung narasi permintaan maaf kepada PKI.
“Keppres ini merupakan upaya penyelesaian non-yudisial untuk korban, karena tidak dapat diselesaikan melalui jalur pidana,” ujarnya.
Mahfud menjelaskan bahwa kejahatan HAM berat di masa lalu sulit untuk diselesaikan di pengadilan karena banyak pelaku langsung yang sudah meninggal dunia.
“Dalam hukum pidana, hanya pelaku langsung yang bisa dihukum. Karena itu, penyelesaian non-yudisial dipilih,” tambahnya.
Dalam seminar yang menghadirkan tokoh-tokoh seperti Dr. Chusnul Mariyah dari Universitas Indonesia, Dr. Alfan Alfian dari Universitas Nasional, dan Adi Prayitno, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, berbagai isu penting terkait demokrasi di Indonesia turut dibahas. Para narasumber sepakat bahwa demokrasi Indonesia saat ini belum berjalan dengan baik.
Adi Prayitno mengkritisi fenomena koalisi mayoritas yang membentuk oligarki partai politik. “Sistem pemilu terbuka saat ini lebih brutal dibandingkan sistem tertutup pada era Orde Baru,” ujar Adi.
Sementara itu, Alfan Alfian mengusulkan perlunya revisi undang-undang pemilu dan undang-undang partai politik. “Presidensial threshold harus dihapus agar kita memiliki lebih banyak pilihan dalam pemilu,” ujarnya. Chusnul Mariyah juga menyarankan adanya integrasi nilai-nilai Islam dalam hukum politik untuk memperkuat demokrasi Indonesia.
Seminar ini menjadi wadah penting untuk membahas tantangan demokrasi Indonesia, khususnya terkait isu oligarki, dinasti politik, dan presidensial threshold yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip dasar demokrasi.
Zulfikar Arse, Presidium MN KAHMI dan anggota DPR RI dari Partai Golkar, dalam sambutannya menyatakan bahwa MN KAHMI terus berkomitmen untuk memberikan gagasan bagi kemajuan bangsa.
“Negara dibangun oleh tentara, tetapi pemerintahan dipandu oleh gagasan. Kami berharap seminar ini menghasilkan gagasan yang berguna bagi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka,” tutupnya (RED).
Discussion about this post