JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Penulis buku “Golkar, Sejarah yang Hilang: Akar Pemikiran dan Dinamika”, David Reeve, memaparkan evolusi panjang Golkar dalam acara Ngopi dan Diskusi Buku yang digelar di Sekretariat DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (08/12). Dalam penjelasannya, Reeve menguraikan konteks politik Indonesia sejak Pemilu 1955 hingga kemenangan besar Golkar pada Pemilu 1971 yang menjadi titik awal penelitiannya.
Reeve mengingatkan bahwa Pemilu 1955 diikuti sekitar 80 partai, dengan empat besar — PNI, PKI, Masyumi, dan NU — namun tak satu pun meraih mayoritas. Kondisi itu berlanjut sepanjang Demokrasi Terpimpin tanpa adanya pemilu, hingga Orde Baru berusaha memperoleh legitimasi dengan menyelenggarakan Pemilu 1971.
“Hasil Pemilu 1971 sangat mengagetkan. Jika pada 1955 tidak ada partai yang melebihi 23 persen suara, pada 1971 Golkar justru menang telak 62,8 persen,” ujar Reeve. Ia menyebut kemenangan tersebut menjadi ciri dominan politik Orde Baru selama lebih dari tiga dekade.
Reeve menceritakan pengalamannya sebagai diplomat yang kemudian memilih jalur akademik, mengambil studi doktoral di Universitas Sydney, sekaligus mencari topik riset yang benar-benar orisinal. “Saat itu hampir tidak ada yang tahu apa-apa tentang Golkar. Ada banyak buku tentang PNI, Masyumi, PKI, hingga NU. Tapi tentang Golkar—tidak ada,” katanya.
Rasa ingin tahu itu membawa Reeve pada penelitian mendalam mengenai asal-usul Golkar. Ia menelusuri klaim resmi yang menyebutkan bahwa Golkar lahir pada 1964, lalu melihat bahwa pada tahun tersebut sebenarnya sudah ada banyak organisasi fungsional. Golkar kemudian berperan menyatukan berbagai organisasi itu untuk menghadapi menguatnya Front Nasional.
Yang paling mengejutkan bagi Reeve adalah temuan bahwa gagasan awal pembentukan golongan karya justru muncul dari Presiden Sukarno. “Saya kaget. Selama ini dianggap bahwa Golkar adalah ciptaan tentara. Itu benar dalam satu aspek, tapi pencetus ide golongan karya adalah Bung Karno,” jelasnya.
Menurut Reeve, Sukarno sangat anti terhadap sistem multipartai. Ia bahkan menyerukan “kuburkan partai” pada 1956–1957 karena melihat partai politik gagal menjaga stabilitas. Dari situ, gagasan golongan karya berkembang sebagai alternatif non-partai berbasis kepentingan sosial, seperti golongan petani, pekerja, atau profesional.
“Bung Karno melihat bahwa petani di Jawa, Sumatra, hingga Maluku boleh berasal dari daerah berbeda, tetapi memiliki kepentingan yang sama sebagai petani. Konsep ini yang kemudian menjadi akar pemikiran golongan karya,” kata Reeve.
Melalui paparannya, Reeve menegaskan bahwa Golkar bukan organisasi yang muncul tiba-tiba, melainkan hasil evolusi panjang gagasan politik Indonesia sejak 1950-an. Temuan itu sekaligus menjadi dasar penyusunan bukunya, yang kini dianggap salah satu referensi paling otoritatif mengenai sejarah Golkar (RED).































Discussion about this post