JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Desakan agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kembali menguat. Sejumlah organisasi orang muda menyuarakan tuntutan tersebut dalam konferensi pers yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT di LBH Jakarta, Selasa (4/11/2025).
RUU PPRT yang sudah terbengkalai selama 21 tahun dianggap sebagai bentuk kelalaian negara dalam melindungi jutaan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menjanjikan pengesahan RUU ini dalam waktu tiga bulan saat peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025, namun belum ada perkembangan signifikan hingga saat ini.
Ketua BEM STHI Jentera, Derry Prima, menyebut bahwa janji pemerintah harus segera dipenuhi.
“Suara anak muda ikut menagih janji yang tak kunjung ditepati. Kami menuntut political will yang nyata sekarang juga,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Gabe Tobing dari Suara Muda Kelas Pekerja Partai Buruh. Ia menegaskan bahwa kerja domestik adalah fondasi kehidupan sosial dan ekonomi, namun hingga kini tidak memiliki perlindungan hukum. “Perjuangan PRT adalah perjuangan kita semua,” katanya.
Perwakilan EN LMID, Dea Melrisa, juga menilai lambannya pemerintah sebagai bentuk keberpihakan yang timpang.
“Janji politik tanpa realisasi adalah pengkhianatan terhadap rakyat, terutama PRT yang terus terjebak eksploitasi,” ujarnya.
Dari organisasi perempuan, Feby dari EN-LMND menyebut pengesahan RUU PPRT sebagai kebutuhan mendesak. “PRT juga buruh yang harus dilindungi hak-haknya. Kita harus melihat akar persoalan bangsa yang masih dikuasai serakahnomics,” katanya.
Dukungan juga hadir dari berbagai organisasi muda lainnya seperti Indonesia Young Greens, Woman Study Centre Bandung, INPES Bandung, FMR, Resistance, Comrade, hingga Amnesty International Indonesia. Mereka menilai negara terlalu lama mengabaikan kerja perawatan yang menjadi penopang kehidupan sehari-hari masyarakat.
Puspa, dari Woman Study Centre Bandung, menekankan aspek keadilan gender dalam RUU PPRT. “Pengesahan RUU ini berarti menghapus diskriminasi yang selama ini membelenggu PRT, mayoritas perempuan,” tegasnya.
Sementara Hanvah dari INPES Bandung mengingatkan bahwa regulasi ini bukan beban bagi pemberi kerja.
“Ini tentang relasi kerja yang adil dan manusiawi,” ujarnya. Dari FMR, Jen menegaskan pentingnya solidaritas lintas sektor. “UU PRT adalah bagian dari perjuangan kelas. Tekanan publik harus terus dirawat,” katanya.
Mila Nabilah dari Resistance dan Agnes dari Comrade sama-sama menekankan bahwa penindasan terhadap PRT adalah gambaran jelas dari sistem ekonomi eksploitatif dan budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia.
Terakhir, Vania dari Amnesty International Indonesia menyebut isu ini sebagai persoalan hak asasi manusia.
“Penghidupan layak bagi PRT harus dijamin dalam hukum,” ujarnya.
Tujuh Alasan Orang Muda Mendesak Pengesahan RUU PPRT
Generasi muda memandang pengesahan RUU PPRT sebagai kebutuhan mendesak karena:
- 
Kerja PRT memungkinkan anak muda bisa bersekolah dan bekerja.
 - 
PRT adalah pekerja yang harus diakui dan dilindungi.
 - 
Menolak budaya feodalisme yang dimulai dari rumah.
 - 
UU PRT adalah cermin kehadiran negara.
 - 
Janji pembahasan harus diselesaikan, bukan ditunda.
 - 
Kerja perawatan menopang kehidupan semua orang.
 - 
Tidak ingin mewarisi sistem kerja timpang dan tidak adil gender.
 
Tuntutan anak muda ini sangat jelas. Pertama, tuntaskan pembahasan RUU PPRT. Kedua, sahkan RUU PPRT segera dalam Paripurna (RED)
			








		    





















                
Discussion about this post