JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Kasus motor brebet dan mogok massal usai pengisian Pertalite di sejumlah daerah Jawa Timur menjadi sorotan serius di parlemen. Peristiwa yang terjadi di Bojonegoro, Tuban, Lamongan, hingga Sidoarjo itu disebut sebagai sinyal lemahnya sistem pengawasan mutu dan distribusi BBM bersubsidi di Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando Ganinduto, menilai insiden tersebut harus menjadi alarm peringatan bagi pemerintah dan Pertamina untuk memperbaiki tata kelola energi nasional secara menyeluruh, terutama pada sektor distribusi bahan bakar bersubsidi.
“Kasus ini menunjukkan masih ada celah besar dalam rantai pengawasan BBM bersubsidi. Kalau dibiarkan, bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap kebijakan energi nasional,” ujar Firnando di Jakarta, Selasa (29/10).
Firnando menjelaskan, Pertalite merupakan jenis BBM yang sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat kecil. Ia menilai, jika mutu produk dan distribusinya tidak konsisten, reputasi energi nasional akan ikut terdampak.
“BBM bersubsidi bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi bagian dari reputasi negara. Pemerintah dan Pertamina harus menjamin kualitasnya di setiap titik distribusi,” tegas politisi muda Partai Golkar tersebut.
Lebih lanjut, Firnando mendorong audit menyeluruh terhadap rantai distribusi Pertalite dengan melibatkan Dirjen Migas dan BPKN. Ia juga meminta adanya mekanisme pelaporan publik yang lebih transparan untuk menampung keluhan masyarakat terhadap mutu BBM di lapangan.
“Kalau masyarakat menemukan kejanggalan, harus ada kanal aduan yang mudah dan respons cepat dari Pertamina. Transparansi itu kunci membangun kembali kepercayaan,” ujarnya.
Firnando juga mengingatkan agar isu pencampuran etanol tidak dijadikan kambing hitam dalam kasus ini. Ia menegaskan, kebijakan tersebut belum dijalankan dan tidak relevan dengan kejadian di lapangan.
“Masalahnya bukan pada kebijakan ESDM, tapi pada operasional dan pengawasan di tingkat distribusi. Ini momentum memperbaiki tata kelola energi agar lebih efisien dan akuntabel,” jelasnya.
Sebagai penutup, Firnando menilai kasus ini bisa menjadi titik balik bagi Pertamina untuk memperkuat sistem mutu nasional BBM dan memastikan seluruh masyarakat, terutama pengguna kendaraan roda dua, mendapatkan bahan bakar yang aman dan sesuai standar.
“Jangan tunggu krisis kepercayaan baru bertindak. Energi nasional yang kuat harus dimulai dari manajemen mutu yang solid,” pungkasnya (RED).




























Discussion about this post