JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Tragedi demonstrasi Agustus 2025 meninggalkan luka mendalam, bukan hanya bagi keluarga korban tewas, tetapi juga bagi para tahanan perempuan yang kini harus menghadapi perlakuan tidak manusiawi. Perempuan Jaga Indonesia (PJI) mengungkap, setidaknya ada seorang ibu muda yang kehilangan haknya untuk menyusui bayi akibat pembatasan akses dalam tahanan.
Menurut PJI, tindakan aparat yang melarang tahanan perempuan bertemu anaknya yang masih menyusu adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia sekaligus bentuk kekerasan berbasis gender.
“Negara tidak hanya merampas kebebasan, tetapi juga merampas ikatan alami seorang ibu dengan anaknya. Ini adalah pelanggaran hak maternity dan hak anak yang paling mendasar,” tegas PJI dalam pernyataan resminya, Selasa (23/9).
Kisah ibu muda yang ditahan ini menjadi potret nyata bagaimana represi negara merusak kehidupan pribadi warganya. Bayi yang seharusnya mendapatkan ASI kini harus berpisah dari sang ibu, sementara kondisi tahanan justru memperburuk kesehatan mental perempuan tersebut.
PJI juga menemukan banyak perempuan aktivis diperlakukan tidak sesuai prosedur. Pemeriksaan dilakukan tanpa pendamping polisi perempuan, bahkan di tengah malam dengan tekanan psikologis yang berat.
“Tidak ada pendampingan psikologis. Mereka dibiarkan menghadapi trauma sendirian di ruang tahanan sempit, berjejalan dengan fasilitas minim,” ungkap PJI.
Bagi PJI, represi aparat dalam penanganan demonstrasi Agustus 2025 menunjukkan bahwa perempuan selalu menjadi pihak paling rentan. Hak-hak dasar mereka terampas, mulai dari hak menyusui, hak atas kesehatan, hingga hak mendapatkan pendamping hukum yang layak.
Kasus ini juga mencerminkan betapa negara gagal mengintegrasikan perspektif gender dalam penegakan hukum. “Kebijakan yang seharusnya melindungi justru melukai,” kata PJI.
Atas fakta tersebut, PJI menuntut Presiden segera mereformasi Polri dengan menempatkan keadilan gender sebagai prioritas. Negara juga diminta menjamin hak-hak tahanan perempuan, termasuk hak maternitas, kesehatan reproduksi, dan pemulihan psikologis.
“Negara tidak boleh menutup mata. Demokrasi tidak bisa ditegakkan di atas penderitaan perempuan dan anak-anak,” tegas PJI (RED).
Discussion about this post