YOGYAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15, Bambang Soesatyo (Bamsoet), bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono X di Keraton Yogyakarta, Minggu (21/9/2025). Pertemuan empat jam itu membahas dinamika bangsa di tengah pergeseran geopolitik global, hingga tantangan internal seperti polarisasi politik, keberagaman, dan ancaman krisis iklim.
Sri Sultan mengingatkan pentingnya menghidupkan kembali nilai-nilai kebangsaan agar Indonesia mampu bertahan di era multipolar, di mana dominasi Amerika Serikat mulai digeser kekuatan baru seperti Tiongkok, Rusia, dan India. Menurutnya, persatuan, penghargaan terhadap keberagaman, dan pembangunan berlandaskan nilai kemanusiaan harus menjadi fondasi bangsa.
“Bangsa kita bisa besar bukan karena seragam, tetapi karena mampu menjadikan perbedaan sebagai kekuatan. Jika keberagaman tidak terkelola, persatuan rapuh, dan pembangunan tanpa nilai kemanusiaan, Indonesia berisiko kehilangan arah,” ujar Bamsoet mengutip pesan Sri Sultan.
Bamsoet menyoroti meningkatnya polarisasi politik pasca Pemilu 2024. Riset menunjukkan politik identitas masih dominan di banyak daerah, memperparah fragmentasi sosial. Ia mengingatkan fenomena aksi mahasiswa bertajuk Dark Indonesia pada Februari 2025 dan demonstrasi Agustus lalu harus dijawab dengan dialog, bukan represi.
“Kalau perbedaan gagal dikelola, persatuan bangsa akan rapuh. Kritik publik harus dijadikan peluang memperkuat demokrasi, bukan ditakuti,” tegas Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Mengutip laporan Pew Research Center dan Setara Institute, Bamsoet menegaskan masih ada kesenjangan dalam mengelola keberagaman. Meski retorika toleransi gencar digaungkan, diskriminasi dan intoleransi masih terjadi di lapangan.
“Kebijakan publik harus menjadikan keberagaman sebagai kekuatan, bukan sekadar slogan. Program Pendidikan Pancasila di sekolah harus aplikatif, memberi pengalaman nyata lintas budaya bagi anak-anak,” jelasnya.
Selain isu kebangsaan, Bamsoet juga menekankan pentingnya pembangunan berlandaskan etika kemanusiaan. Ia mengingatkan laporan UNICEF 2024 yang menyebut jutaan anak Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
“Kalau pembangunan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan lingkungan, itu sama saja meninggalkan bom waktu bagi generasi berikutnya,” ungkapnya.
Bamsoet mengapresiasi gerakan pemuda yang aktif dalam aksi iklim, reforestasi, dan pengelolaan energi terbarukan. Menurutnya, inisiatif anak muda menjadi tanda bahwa kesadaran baru sedang tumbuh untuk membangun peradaban yang lebih berkelanjutan.
Pertemuan Bamsoet dengan Sri Sultan meneguhkan kembali pentingnya mengelola perbedaan dengan adil, menempatkan persatuan sebagai roh kebijakan publik, dan memastikan pembangunan berpihak pada manusia sekaligus lingkungan.
“Persatuan bukan sekadar jargon, keberagaman bukan sekadar slogan, dan kemanusiaan bukan sekadar retorika. Semua harus diwujudkan dalam tindakan nyata,” pungkas Bamsoet (RED).
Discussion about this post