NEPAL, RADIANTVOICE.ID – Kekacauan politik di Nepal kembali menimbulkan kecurigaan bahwa pembubaran pemerintahan terpilih kali ini mungkin mendapat dukungan diam-diam dari Amerika Serikat. Tuduhan itu bukan sekadar spekulasi: catatan-catatan yang telah dinyatakan deklasifikasi dan kesaksian sejarah menunjukkan jejak panjang keterlibatan AS di Nepal, dari operasi rahasia era Perang Dingin melawan Tiongkok hingga langkah-langkah selama masa “perang melawan teror”.
Dokumen-dokumen yang diperiksa oleh beberapa laporan internasional menyingkap hal-hal mengejutkan. Memo rahasia yang disiapkan untuk komite aksi gelap Presiden Nixon pada Januari 1971 merinci operasi CIA terkait Tibet yang dijalankan dari India dan Nepal, meliputi propaganda, intelijen, hingga aktivitas paramiliter. Memo itu secara terbuka menyebut tim radio Tibet yang dilatih CIA beroperasi di perbatasan utara Nepal dan berhubungan dengan pasukan paramiliter di Mustang Valley yang sejak 1960-an diberi dukungan, latihan, dan persenjataan oleh agen AS. Program ini bahkan mendapat restu sejumlah pejabat tinggi AS pada 31 Maret 1971.
Kesaksian mereka yang hidup pada masa itu memperkuat bukti arsip: bekas anggota gerilya Mustang menceritakan bagaimana ratusan warga Tibet dipersenjatai dan dilatih di tanah Nepal, sebagaimana didokumentasikan dalam film dan laporan tentang peranan CIA di kawasan Tibet. Ketika kebijakan Washington bergeser untuk menjalin hubungan dengan Beijing pada awal 1970-an, para pejuang itu ditinggalkan, meninggalkan Nepal menghadapi dampak diplomatik dan keamanan.
Jejak pengaruh Washington tidak berhenti di situ. Setelah serangan 11 September 2001, AS memasukkan pemberontak Maois Nepal dalam daftar organisasi yang dicap “teroris” dan pada 2003 menempatkan mereka di bawah Executive Order 13224. Bantuan militer AS ke Kathmandu meningkat: ribuan senapan M-16 dikirim, kantor kerja sama pertahanan dibuka di kedutaan, dan perwira Nepal menjalani pendidikan di lembaga-lembaga militer Amerika. Pada puncaknya, ukuran Angkatan Darat Kerajaan Nepal membengkak dengan dukungan AS.
Kunjungan pejabat tinggi AS juga menandai keterlibatan politik: antara lain kedatangan Menteri Luar Negeri Colin Powell bersama delegasi senior pada Januari 2002, serta penempatan diplomat tingkat tinggi seperti James F. Moriarty sebagai duta besar, langkah yang dipandang pengamat sebagai sinyal keterlibatan kebijakan Nepal di level tertinggi pemerintahan AS.
Mengapa Kecurigaan Muncul Lagi Sekarang?
Dengan bergulirnya peristiwa yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan terpilih, suara-suara dari jurnalis, aparat penegak hukum, dan sumber militer di Kathmandu menyatakan keraguan: gerakan dengan skala dan disiplin tinggi sulit berdiri sendiri tanpa “pengarah” di belakang layar. Mereka yang diwawancarai tidak menegaskan bukti konkret, tetapi mengingat pola historis ketika gangguan politik di Nepal kerap bertepatan dengan aktivitas dan pengaruh asing. “Amerika cenderung bergerak di sini tanpa menampakkan tangannya,” kata seorang wartawan veteran sebagaimana dilansir dari The Sunday Guadian,.
Seorang pejabat Nepal bahkan menilai nama-nama politik yang kini muncul sebagai calon pengganti cenderung mengikuti pola yang sudah diatur sebelumnya, dan menyatakan keyakinan pribadi bahwa gangguan besar seperti ini sulit terjadi tanpa bantuan luar. Pernyataan semacam ini, bila dikombinasikan dengan arsip sejarah, menimbulkan narasi berulang: Nepal kerap menjadi medan persaingan geopolitik antara kekuatan besar, terutama untuk menahan pengaruh Beijing, dan Washington pernah memanfaatkan ranah itu untuk kepentingan strategisnya.
Gabungan antara rekam jejak sejarah dan bisik-bisik politik kini memperkuat tuntutan agar ada investigasi menyeluruh: apakah ada keterlibatan aktor asing dalam peristiwa terbaru, bagaimana peran diplomasi AS-Nepal selama dekade terakhir, dan apa dampaknya bagi kedaulatan serta stabilitas Nepal. Bagi banyak warga Nepal, kecurigaan itu bukan sekadar paranoid, melainkan pola historis yang terdokumentasi dan masih hidup dalam ingatan desa-desa yang pernah menjadi lokasi kamp CIA maupun front Maois.
Sementara itu, para pengamat regional memperingatkan bahwa jika ada campur tangan asing yang terbukti — nyata atau persepsional, konsekuensinya akan meluas: memperkeruh hubungan Kathmandu dengan Beijing dan New Delhi, serta menimbulkan ketegangan baru dalam politik domestik Nepal yang rapuh. Pemerintah internasional, kata pengamat, harus mendukung proses transparan dan akuntabel untuk menjernihkan fakta dan mencegah spekulasi yang bisa memicu konflik lebih luas (RED).
Discussion about this post