NEPAL, RADIANTVOICE.ID – Gelombang protes yang melengserkan Perdana Menteri K.P. Sharma Oli menyingkap lapisan lain dari dinamika politik Nepal: aliran dana asing yang nilainya fantastis. Sejak 2020, Amerika Serikat disebut telah mengucurkan lebih dari 900 juta dolar AS (sekitar Rp14 triliun) untuk berbagai program yang menyentuh langsung sektor politik, media, hingga kelompok muda di negeri Himalaya itu.
Data internal USAID dan konsorsium CEPPS menunjukkan bahwa dana ini tidak hanya diarahkan untuk pembangunan infrastruktur atau kesehatan, tetapi juga diarahkan ke proyek demokrasi, reformasi partai, pendidikan pemilih, serta penguatan organisasi sipil dan media. Angka-angka tersebut rinci dan terdokumentasi dalam perjanjian resmi, mulai dari $402,7 juta lewat perjanjian DOAG 2022 hingga $500 juta melalui Compact MCC yang penuh kontroversi.
Yang menarik, sebagian besar dana itu mengalir melalui jaringan LSM lokal dan kelompok sipil. Surat USAID yang bocor ke publik memperlihatkan ada lebih dari 100 sub-mitra lokal yang menerima dana, menjadikan mereka aktor penting dalam membentuk opini publik dan memobilisasi massa. Hal ini membuat banyak pihak menilai dana bantuan telah menjelma jadi instrumen rekayasa politik sistematis.
Laporan NDI, IRI, dan IFES antara 2020–2024 memperlihatkan fokus mereka pada isu-isu sensitif: federalisme, hak minoritas Dalit, inklusi pemuda, hingga transparansi anggaran daerah. Program pelatihan kepemimpinan dan toolkit advokasi bagi anak muda kemudian dianggap berkontribusi melahirkan gelombang aktivisme yang kini mendominasi jalanan Kathmandu.
Meski tujuan resmi program-program tersebut adalah memperkuat demokrasi dan keterlibatan warga, banyak pengamat menilai arahannya jelas: membangun basis politik baru yang lebih responsif terhadap kepentingan Barat.
Polanya juga bukan hal baru. Laporan sebelumnya di Bangladesh dan Kamboja menunjukkan metode serupa, di mana program demokrasi AS menargetkan kelompok muda, LSM, dan media sebagai pintu masuk perubahan rezim. Nepal kini menunjukkan gejala yang sama—besarnya alokasi dana, keterlibatan mitra yang identik, serta munculnya krisis politik besar.
Kini, pertanyaan yang menggantung di tengah masyarakat Nepal adalah: apakah demokrasi mereka sedang berkembang secara organik, atau sedang diarahkan oleh kekuatan asing dengan modal jumbo? (RED).
Discussion about this post