JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Institut Sarinah menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya sembilan korban jiwa dalam gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah Indonesia. Salah satu korban adalah seorang staf DPRD Sulawesi Selatan, yang menambah pilu tragedi sosial politik belakangan ini. “Kehilangan ini adalah luka bangsa yang harus jadi peringatan serius bagi semua pihak,” demikian pernyataan resmi Institut Sarinah, Selasa (2/9).
Institut Sarinah menilai eskalasi kekerasan dalam aksi massa menunjukkan lemahnya deteksi dini serta penanganan negara. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera merespons aspirasi rakyat dengan mengoreksi RAPBN 2026 agar lebih berpihak pada kesetaraan gender dan keadilan sosial. Salah satu langkah yang ditekankan adalah memperbesar anggaran program padat karya serta menekan ketimpangan ekonomi yang dianggap sebagai akar kegelisahan rakyat.
Tidak hanya eksekutif, DPR RI juga diminta melakukan koreksi serius agar regulasi yang lahir sepenuhnya berpihak kepada rakyat, bukan kepentingan segelintir elite.
“Rakyat butuh kehadiran wakilnya di tengah krisis, bukan sekadar janji politik,” tegas pernyataan itu.
Sorotan tajam juga diarahkan pada aparat keamanan. Institut Sarinah menuntut polisi dan TNI menghentikan kekerasan terhadap mahasiswa maupun masyarakat sipil. Penyerbuan ke kampus serta tindakan represif yang diduga mengakibatkan korban jiwa disebut sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi dan rasa keadilan rakyat. Aparat, kata mereka, seharusnya fokus pada penangkapan penjarah dan perusak bayaran yang ditengarai digerakkan pihak luar untuk menciptakan destabilisasi.
Institut Sarinah juga mencontohkan praktik dialog langsung antara pemerintah daerah dan demonstran di Palu, Maluku Utara, Maumere, Kupang, serta Yogyakarta yang terbukti mampu mencegah bentrokan.
“Keterbukaan adalah jalan keluar. Dialog harus dihidupkan, bukan dibungkam,” ujarnya.
Lebih jauh, mereka menekankan pentingnya Pancasila sebagai kompas bangsa dalam menghadapi krisis. Prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah Mufakat, hingga Keadilan Sosial disebut sebagai fondasi yang harus kembali dihidupkan dalam praktik kebijakan maupun kehidupan sehari-hari.
“Emosi tidak boleh mendominasi. Kecerdasan holistik Pancasila harus menuntun bangsa melewati gejolak ini,” tegas Institut Sarinah.
Mereka menutup seruannya dengan ajakan menjaga Ibu Pertiwi, menghargai perjuangan para pendiri bangsa, dan menegakkan Pancasila sebagai jiwa serta rumah bersama bangsa Indonesia (RED).
Discussion about this post