JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai maraknya kekerasan dan pembatasan kerja jurnalis belakangan ini bukan sekadar masalah profesi, melainkan sudah menyentuh jantung demokrasi Indonesia. Dalam catatan AJI, hingga akhir Agustus 2025 terdapat 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dengan puncaknya terjadi saat aksi demonstrasi 25–30 Agustus.
Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menegaskan bahwa pembatasan liputan, intimidasi, hingga pelarangan live streaming merupakan bentuk intervensi negara terhadap media.
“Pembungkaman jurnalis sama saja dengan membatasi hak publik untuk tahu. Ini bukan sekadar ancaman bagi wartawan, tapi juga bagi kualitas demokrasi kita,” ujarnya di Jakarta, Senin (1/9).
Menurut Nany, demokrasi yang sehat hanya bisa berjalan jika pers bebas menyampaikan fakta di lapangan, tanpa tekanan dari pihak mana pun. Ia mencontohkan, beberapa media dilaporkan ditekan agar hanya menayangkan berita “sejuk”, sementara realitas kekerasan di lapangan diabaikan.
“Kebijakan seperti itu jelas mengingkari prinsip independensi pers. Publik berhak atas informasi utuh, bukan informasi yang sudah disaring sesuai kepentingan politik tertentu,” tambahnya.
AJI juga menyoroti keterlibatan aparat kepolisian dan militer dalam sejumlah kasus kekerasan. Data organisasi ini menunjukkan, sebagian besar serangan terhadap jurnalis justru datang dari pihak yang memiliki kewenangan menjaga keamanan. Hal ini dianggap sebagai ironi sekaligus bukti lemahnya komitmen penegakan hukum di tubuh aparat negara.
“Kalau negara membiarkan aparat melakukan kekerasan tanpa ada sanksi, pesan yang sampai ke publik jelas: kebebasan pers bisa ditindas kapan saja. Itu sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi,” tegas Nany.
Sebagai langkah konkret, AJI mendesak Presiden dan Kapolri untuk memberi jaminan perlindungan terhadap jurnalis serta memproses hukum semua oknum pelaku kekerasan. AJI menilai, tanpa keberanian politik dari pemerintah, siklus kekerasan akan terus berulang setiap kali ada momentum kritis, seperti demonstrasi besar atau peristiwa politik nasional (RED).
Discussion about this post