JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mengecam keras tindakan brutal aparat kepolisian dalam penanganan aksi demonstrasi di Jakarta pada Kamis (28/8/2025). Insiden tabrak lari menggunakan kendaraan taktis Brimob jenis barracuda menewaskan seorang driver ojek online dan melukai satu orang lainnya. Ratusan massa aksi juga ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat.
Ketua Bidang PTKP PB HMI, Abdul Hakim El, menegaskan bahwa peristiwa ini menjadi bukti kegagalan kepolisian di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dalam menjaga keamanan secara profesional.
“Darah di jalanan Jakarta hari ini menunjukkan kegagalan Polri membangun institusi yang profesional dan humanis. Kapolri dan Kapolda Metro Jaya harus bertanggung jawab dan segera mundur dari jabatannya,” tegas Abdul Hakim dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (28/8/2025).
PB HMI juga menyoroti tren kekerasan kepolisian sepanjang 2025. Berdasarkan catatan mereka, sejak Januari hingga Agustus tahun ini terdapat 30 kasus pelanggaran yang melibatkan aparat, mulai dari penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang, penembakan, hingga tabrak lari yang merenggut nyawa.
“Kekerasan yang dipertontonkan secara nyata ini bukanlah kasus pertama. Dalam tiga hari terakhir saja, lebih dari 300 orang ditangkap tanpa prosedur yang jelas. Ini jelas bentuk excessive use of power yang melanggar hak asasi manusia,” tambah Abdul Hakim.
Dalam pernyataannya, PB HMI menyampaikan empat tuntutan. Pertama, mendesak Kapolri dan Kapolda Metro mundur serta meminta maaf kepada keluarga korban. Kedua, mendorong pemerintah, DPR, dan Polri memperkuat lembaga pengawasan seperti Kompolnas demi menjamin akuntabilitas kepolisian. Ketiga, segera mengadili dan memproses hukum pelaku tabrak lari. Keempat, menghentikan praktik kekerasan dalam penanganan demonstrasi warga sipil.
PB HMI menekankan bahwa Presiden dan DPR tidak bisa menutup mata atas tragedi ini. Insiden berdarah di Jakarta harus dijadikan alarm untuk reformasi menyeluruh di tubuh Polri, baik pada aspek regulasi maupun pembangunan sumber daya manusia.
“Presiden harus mengambil sikap tegas. Reformasi kepolisian tidak bisa lagi ditunda. Jika tidak, maka korban-korban berikutnya hanya tinggal menunggu waktu,” pungkas Abdul Hakim (RED).






























Discussion about this post