JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Disahkannya Perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah membawa konsekuensi besar terhadap tata kelola urusan haji di Indonesia. Dengan persetujuan DPR dan pemerintah membentuk Kementerian Haji dan Umrah, struktur lama di Kementerian Agama (Kemenag) dipaksa menyesuaikan diri.
Pergeseran ini paling jelas menyasar Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), unit eselon I yang selama ini menjadi tulang punggung operasional haji dan umrah. Anggota Panja RUU Haji dan Umrah Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina, menegaskan Ditjen PHU otomatis dihapus dari Kemenag.
“Otomatis harus dilepas dari Kemenag, sudah tidak ada lagi yang menyangkut dengan namanya Dirjen PHU,” ujarnya, Senin (25/8).
Jika selama ini Ditjen PHU merumuskan kebijakan teknis, mengawasi penyelenggara, hingga mengelola biaya operasional haji, maka semua kewenangan itu akan “pindah rumah” ke Kementerian Haji dan Umrah. Artinya, enam direktorat yang tercantum dalam PMA No. 25/2024, mulai dari Bina Haji hingga Pelayanan Haji Luar Negeri, berpotensi dialihkan beserta SDM, anggaran, dan perangkat daerahnya.
Dirjen PHU, Hilman Latief, mengakui pergeseran itu tidak terelakkan. “Seluruh urusan haji akan bergeser ke Kementerian Haji dan Umrah,” katanya. Namun, kepastian jadwal menunggu Keputusan Presiden (Keppres) dan penetapan struktur organisasi.
Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyebut Keppres pembentukan kementerian dan penetapan menteri ditargetkan terbit pekan ini. Ia menegaskan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) sedang disiapkan pemerintah bersama KemenPAN-RB, dengan target rampung maksimal 30 hari.
Dengan tenggat tersebut, masa transisi akan berlangsung singkat. Pegawai Ditjen PHU harus segera dialihkan ke kementerian baru, bersama anggaran dan aset. Di satu sisi, target cepat menjanjikan efisiensi. Namun di sisi lain, kecepatan berisiko menimbulkan kebingungan birokrasi, terutama jika integrasi SDM tidak berjalan mulus.
Dana Haji Tetap Dipisahkan
Meski fungsi teknis bergeser, pengelolaan dana haji tetap aman di tangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menegaskan BPKH tidak dilebur agar tidak terjadi konsentrasi kuasa.
“Pengumpulan uang, kemudian pengelolaan uang dan penggunaan uang dalam satu atap itu bisa berbahaya. Untuk menghindari itu, kita pisahkan tentang uang,” tegasnya.
Lahirnya Kementerian Haji dan Umrah dipandang sebagai upaya modernisasi tata kelola ibadah haji, mengingat skala jamaah Indonesia yang terbesar di dunia. Dengan kementerian khusus, fokus kebijakan bisa lebih tajam tanpa berbagi perhatian dengan isu lain di Kemenag.
Namun, ada tantangan besar: pemindahan kewenangan dari Ditjen PHU berpotensi menimbulkan kerumitan baru. Jika transisi tidak dirancang matang, ada risiko tumpang tindih birokrasi atau bahkan vakum layanan di masa peralihan.
Keberhasilan kementerian baru ini akan sangat ditentukan oleh kecepatan penyusunan SOTK, kejelasan aturan turunan, serta kemampuan menjaga layanan haji tetap lancar di tengah perubahan besar. Dalam hitungan pekan ke depan, publik menanti apakah reformasi ini benar-benar menyederhanakan tata kelola, atau justru menambah lapisan birokrasi baru (RED).
Discussion about this post