JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Kebijakan Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah (GATI) yang diterbitkan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menuai dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Ketua Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), Hetifah Sjaifudian.
Gerakan yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 ini dianggap sebagai langkah progresif dan kontekstual dalam menjawab krisis kehadiran ayah atau fenomena fatherless yang melanda banyak keluarga Indonesia.
Data dari BKKBN dan UNICEF menunjukkan bahwa sekitar 20,9% anak Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah, dan hanya 37,17% anak usia dini (0–5 tahun) yang diasuh langsung oleh kedua orang tuanya secara bersamaan. Kondisi ini menjadi tantangan serius dalam pembangunan karakter dan stabilitas psikososial generasi muda.
“Gerakan ini sederhana namun mengandung pesan yang dalam. Kita sering bicara soal kualitas pendidikan, tapi lupa bahwa fondasinya adalah relasi sehat antara anak dan orang tua, terutama ayah,” ujar Hetifah dalam keterangannya, Senin (14/7).
Menurut Hetifah, kehadiran ayah di hari pertama sekolah adalah momen simbolik sekaligus edukatif yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa aman pada anak. Apalagi dalam banyak kasus, ayah kerap hanya hadir sebagai penyedia nafkah, bukan sebagai bagian utuh dari proses pengasuhan.
“Saya sangat mengapresiasi Pak Wihaji. Beliau tidak hanya bicara kebijakan, tapi memberi teladan sebagai family man. Kebijakan ini mengajak kita kembali pada nilai dasar keluarga,” katanya.
Hetifah menambahkan, sebagai Ketua Umum KPPG, ia akan mendorong kader perempuan Partai Golkar di seluruh Indonesia untuk ikut mengampanyekan pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Menurutnya, pengasuhan anak bukan sekadar urusan ibu, tetapi tanggung jawab bersama yang harus dibagi secara adil dan sadar.
“Banyak persoalan anak muda hari ini berakar dari relasi yang retak dalam keluarga. GATI bisa jadi momentum reflektif, khususnya bagi para ayah yang terlalu sibuk bekerja hingga lupa hadir secara emosional,” tutur Hetifah.
Ia berharap gerakan ini tidak berhenti pada hari pertama sekolah, tetapi berlanjut menjadi gerakan budaya—di mana ayah hadir dalam keseharian anak, baik secara fisik maupun emosional.
“Kalau kita ingin menyiapkan generasi unggul, maka dimulai dari ayah yang hadir dan peduli,” pungkas Hetifah (RED).
Discussion about this post