JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Jelang pelaksanaan Muktamar PPP yang dijadwalkan September 2025, gejolak internal kembali mencuat setelah Mahkamah Partai membatalkan Musyawarah Wilayah Luar Biasa (Muswilub) di empat wilayah: Kepulauan Riau, Bali, Riau, dan Kalimantan Selatan. Pembatalan dilakukan karena pelaksanaan Muswilub dinilai tidak sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Mahkamah Partai menyatakan, surat keputusan pelaksanaan Muswilub tidak sah karena tidak ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal, melanggar Pasal 63 AD PPP tentang tata cara Muswilub, serta mencederai prinsip kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan partai.
“Ada kebijakan menjelang muktamar yang non-organisatoris dan bertentangan dengan konstitusi partai. Bahkan surat menyurat pun dilakukan tanpa melibatkan Sekjen,” tegas KH. Fadlolan Musyaffa, Sekretaris Majelis Syariah PPP, dalam pertemuan Majelis di kediaman KH. Zarkasih Nur, Minggu (13/7).
Menurut Fadlolan, pelaksanaan Muswilub yang didorong oleh plt Ketua Umum Mardiono menunjukkan kecenderungan inkonsistensi dalam tata kelola organisasi, terutama dalam proses regenerasi dan pembinaan kepengurusan wilayah.
“Ini bukan hanya persoalan teknis surat. Ini mencerminkan cara berorganisasi yang melangkahi struktur. Dan itu tidak sehat bagi PPP yang sedang bersiap menghadapi regenerasi kepemimpinan nasional,” ujarnya.
Mahkamah Partai secara tegas meminta seluruh jajaran pengurus harian DPP agar patuh pada regulasi internal maupun UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Ketentuan ini mengatur dengan jelas bahwa semua kebijakan partai harus dilakukan secara sah, melibatkan organ resmi, dan menjunjung prinsip transparansi.
Putusan ini juga menjadi koreksi keras terhadap kepemimpinan saat ini yang dinilai terlalu sentralistik dan abai terhadap mekanisme internal.
“Muswilub itu diusulkan tanpa basis legal yang kuat. Ini sinyal serius bagi proses menuju muktamar,” ujar Ketua Majelis Kehormatan KH. Zarkasih Nur.
Krisis ini memperkuat dugaan bahwa Muktamar PPP 2025 akan menjadi ajang pertarungan internal yang tidak mudah. Ketua Majelis Pakar PPP, Prof. Prijono Tjiptoherijanto, berharap regenerasi kepemimpinan partai berjalan demokratis dan berdasarkan suara sah DPC-DPW, bukan rekayasa politik struktural.
“Harapan kita, Muktamar bukan ajang perpecahan, tapi momentum penyegaran. PPP harus punya arah baru agar bisa kembali ke Senayan,” ujarnya.
Pertemuan lengkap unsur Majelis PPP dan Mahkamah Partai menjadi upaya konsolidasi internal untuk menjaga garis konstitusional partai. Hadir dalam forum tersebut antara lain KH. Zarkasih Nur, KH. Fadlolan Musyaffa, Prof. Prijono, H.M. Romahurmuziy, serta Ketua Mahkamah Partai Ade Irfan Pulungan.
Selain itu, pertemuan ini juga dihadiri Sekjen DPP PPP Moh. Arwani Thomafi dan Ketua DPP PPP M. Thobahul Aftoni, menandakan bahwa suara Majelis bukan sekadar simbolik, tetapi langkah nyata untuk mengawal arah partai di tengah ketegangan internal yang semakin memuncak (RED).































Discussion about this post