Oleh : Brigadir Jenderal Hossein Khalili*
Perang selama dua belas hari antara Iran dan Israel memang telah berhenti dengan tercapainya kesepakatan gencatan senjata. Namun, potensi konflik kembali masih sangat mungkin terjadi kapan saja. Karena itu, penting untuk mengkaji secara menyeluruh berbagai aspek dari konflik terakhir ini—mulai dari titik lemah yang perlu diperbaiki, hingga kekuatan nasional yang harus diperkuat.
Jika kita menelusuri sejarah militer Israel, terlihat jelas bahwa mereka lebih suka berperang dalam waktu singkat dan cepat. Israel selalu berusaha menghindari konflik jangka panjang yang menguras tenaga dan sumber daya. Perang di Gaza bisa dibilang pengecualian. Tindakan brutal Israel di wilayah itu lebih menyerupai pembersihan etnis daripada peperangan biasa. Tujuannya tampak jelas: menghapus Gaza dari peta perlawanan dan menganeksasinya ke wilayah yang dikuasai Israel, dengan cara mengusir paksa penduduk Palestina.
Namun dalam perang melawan Iran, sangat tampak bahwa Israel sama sekali tidak berniat—dan tidak mampu—terlibat dalam konflik jangka panjang. Ini bukan hanya soal keengganan, tapi juga keterbatasan nyata. Israel tidak memiliki kapasitas struktural dan demografis untuk mempertahankan perang yang panjang. Bandingkan dengan Iran yang pernah menghadapi perang delapan tahun melawan rezim Ba’ath Irak dan mampu bertahan serta menang. Itu menunjukkan kekuatan ketahanan nasional Iran.
Secara geografis pun Israel sangat kecil. Wilayahnya bahkan tidak lebih besar dari Provinsi Qom di Iran. Dalam satu jam saja, orang bisa melintasi Israel dengan mobil. Lebarnya hanya antara 15 hingga 60 kilometer, dan panjangnya sedikit lebih dari 100 kilometer. Penduduknya pun relatif sedikit, sebagian besar adalah imigran yang datang dengan harapan hidup yang lebih baik. Mereka tentu tidak datang untuk tinggal di bawah ancaman rudal atau perang berkepanjangan.
Oleh karena itu, Israel tidak punya cadangan personel cukup untuk perang jangka panjang. Mereka sangat bergantung pada keunggulan angkatan udara—yang didukung penuh oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat. Namun dalam konflik 12 hari kemarin, serangan rudal Iran yang terus-menerus membuat sistem pertahanan udara Israel kewalahan. Secara perlahan, kemampuan Israel untuk menangkis serangan menurun drastis.
Iran kini harus memperluas penyebaran titik peluncuran rudalnya ke berbagai wilayah untuk menyulitkan musuh mendeteksi dan menghancurkan lokasi peluncuran atau terowongan rudal. Iran juga harus memakai strategi peluncuran yang beragam untuk mengelabui sistem pertahanan Israel. Tak selalu butuh banyak rudal dalam sekali serang. Bahkan satu rudal pun cukup untuk mengaktifkan sistem pertahanan musuh dan menimbulkan tekanan psikologis.
Keterbatasan geografis Israel membuatnya sangat rentan terhadap serangan rudal berkepanjangan. Kerentanan ini bukan hanya soal keamanan, tetapi juga menghantam ekonomi mereka. Biaya untuk mempertahankan pertahanan udara yang intens sangat membebani keuangan Israel.
Dalam waktu bersamaan, Iran juga harus memprioritaskan penguatan Angkatan Udara. Seperti terlihat dalam perang terakhir, dominasi di udara menjadi kunci penting dalam perang modern. Meskipun Iran menghadapi sanksi dan tekanan dari negara Barat yang menghambat pembelian jet tempur canggih, Iran masih bisa membangun kerja sama pertahanan dengan negara sahabat seperti Tiongkok dan Rusia.
Hal lain yang tak kalah mendesak adalah pemberantasan jaringan mata-mata dan infiltrator dalam negeri. Beberapa keberhasilan Israel dalam serangan kemarin diduga kuat dibantu oleh informasi dari agen-agen di dalam wilayah Iran sendiri.
Namun dari semua aspek konflik ini, pencapaian terbesar justru datang dari dalam negeri: persatuan nasional. Bahkan kelompok oposisi dan tokoh-tokoh yang biasanya mengkritik pemerintah, kali ini ikut bersatu mendukung Angkatan Bersenjata Iran dan menunjukkan sikap patriotik melawan musuh bersama.
Persatuan semacam ini sangat penting dalam masa-masa krisis. Kebersamaan lintas kelompok politik dan sosial adalah kekuatan utama untuk menghadapi ancaman eksternal. Perang 12 hari ini telah memperkuat ikatan itu, dan kini tugas kita bersama adalah menjaganya serta memperkuatnya untuk masa depan bangsa.
*Penulis adalah Mantan pilot Angkatan Darat Iran
Discussion about this post