JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Ketua MPR RI dan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menyuarakan urgensi reformasi dalam tata kelola pemerintahan, terutama di lingkup kementerian yang menangani isu kedaulatan wilayah. Pernyataannya muncul setelah polemik keputusan Mendagri Tito Karnavian soal status empat pulau di Aceh yang sempat dialihkan ke Sumatera Utara dan kemudian dikoreksi oleh Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Muzani, kejadian seperti ini seharusnya tidak perlu sampai naik ke level presiden apabila kementerian bersangkutan menjalankan fungsi dan kajian dengan matang. Ia menekankan pentingnya profesionalisme dan kehati-hatian dalam merumuskan kebijakan publik, terutama yang menyangkut batas wilayah dan kedaulatan negara.
“Kalau semua masalah yang seharusnya bisa ditangani menteri harus dibebankan ke Presiden, maka kapan Presiden fokus pada agenda-agenda besar bangsa?” tegas Muzani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (25/6).
Muzani menggarisbawahi perlunya sistem tata administrasi wilayah yang lebih terintegrasi dan berbasis data menyeluruh. Ia menilai banyak persoalan muncul karena lemahnya koordinasi antarlembaga serta tidak adanya sinkronisasi peta wilayah administratif yang final dan sah.
“Bukan hanya soal empat pulau. Kita perlu benahi sistemnya. Jangan sampai nanti ada pulau lain yang nasibnya jadi rebutan atau jatuh ke tangan asing karena lemahnya pengawasan,” ujarnya.
Ia juga mendorong percepatan digitalisasi dan transparansi data batas wilayah di seluruh Indonesia, terutama untuk wilayah-wilayah rawan sengketa seperti pulau-pulau terluar dan perbatasan.
Terkait isu penjualan pulau di Kepulauan Anambas, Muzani memperingatkan bahaya laten penguasaan pulau strategis oleh pihak asing. Ia mendesak Menteri Dalam Negeri dan Menteri ATR/BPN segera turun tangan dan membuat regulasi pengawasan lebih ketat.
“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya soal hukum, tapi soal kedaulatan. Jangan sampai nanti pulau-pulau kecil kita diperdagangkan dan dimiliki oleh orang asing. Itu akan jadi bencana nasional,” ujarnya tegas.
Menutup pernyataannya, Muzani menyampaikan bahwa pulau-pulau terluar seperti Pulau Enggano bukan hanya aset geografi, tapi juga simbol peradaban Indonesia. Ia mendorong agar wilayah-wilayah tersebut mendapat prioritas pembangunan, bukan malah diabaikan.
“Kita jangan hanya membangun kota-kota besar. Kita juga harus membangun pagar-pagar perbatasan kita, agar bangsa ini punya kebanggaan, punya arah, punya batas yang jelas,” tutupnya.
Dengan pernyataan ini, Ahmad Muzani tak hanya mengkritisi kebijakan sektoral, tapi sekaligus menyampaikan sinyal perlunya perombakan paradigma dalam tata pemerintahan. Bagi Muzani, masa depan Indonesia sebagai negara kepulauan besar tak hanya ditentukan oleh pusat, tapi juga oleh bagaimana pinggiran dijaga, dihargai, dan dikelola secara bijak (RED).
Discussion about this post