TEHERAN, RADIANTVOICE.ID – Rencana suksesi untuk Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei kini memasuki tahap krusial. Seiring meningkatnya ancaman keamanan, terutama setelah serangan Israel terhadap Iran dan ancaman pembunuhan terhadap Khamenei, sebuah komite beranggotakan tiga ulama senior – yang ditunjuk langsung oleh Khamenei dua tahun lalu – mempercepat persiapan penunjukan penerusnya.
Sebagaimana dilansir dari Reuters, laporan terkait suksesi itu dilaporkan oleh lima sumber internal pemerintahan Iran. Menurut para sumber itu, Khamenei (86) secara rutin menerima pembaruan mengenai pembahasan ini. Ia kini berada dalam persembunyian bersama keluarganya dan dijaga oleh pasukan elit Vali-ye Amr dari Garda Revolusi Iran. Jika Khamenei gugur, rezim dipastikan akan segera mengumumkan penggantinya untuk menunjukkan kestabilan dan kesinambungan kekuasaan.
Dua Kandidat Utama: Anak Khamenei dan Cucu Ruhollah Khomeini
Dalam pembahasan internal, dua nama mencuat sebagai kandidat kuat penerus Khamenei: Mojtaba Khamenei, putra Khamenei berusia 56 tahun, dan Hassan Khomeini, cucu pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Mojtaba telah lama dipandang sebagai penerus yang akan melanjutkan garis keras ayahnya. Meski belum pernah memegang jabatan resmi, Mojtaba memiliki pengaruh besar sebagai “penjaga gerbang” ayahnya. Ia juga dikenai sanksi oleh Departemen Keuangan AS pada 2019 karena berperan dalam kekuasaan tanpa jabatan publik resmi.
Di sisi lain, Hassan Khomeini, 53 tahun, dikenal dekat dengan faksi reformis yang mendukung keterbukaan politik dan sosial. Meskipun pernah dilarang mencalonkan diri dalam Majelis Ahli pada 2016, ketokohannya tetap disegani karena garis keturunannya. Ia dinilai dapat memberikan wajah lebih moderat, baik secara internal maupun eksternal, di tengah ketegangan global saat ini.
“Saya siap hadir dengan bangga di medan apa pun yang Anda anggap perlu,” kata Hassan Khomeini dalam pesan publik kepada Khamenei, beberapa jam sebelum serangan AS ke fasilitas nuklir Iran, Sabtu lalu, dilansir dari Reuters, Selasa (24/06).
Ancaman dan Perhitungan Politik
Meskipun Khamenei secara terbuka belum menyatakan dukungan untuk salah satu kandidat, beberapa sumber menyebut ia berkali-kali menolak gagasan anaknya sebagai penerus, untuk menghindari kesan kembali ke sistem monarki turun-temurun yang telah dihapus sejak revolusi 1979.
Sistem saat ini menetapkan bahwa Pemimpin Tertinggi dipilih oleh Majelis Ahli yang berisi 88 ulama senior, hasil pemilu nasional yang sangat dikontrol. Namun, dalam kenyataannya, militer dan Garda Revolusi memainkan peran dominan dalam penunjukan dan pengamanan kekuasaan.
Militer Israel disebut telah menargetkan beberapa komandan tinggi Garda Revolusi, yang memperumit transisi kekuasaan, karena Garda adalah pilar utama kekuasaan Pemimpin Tertinggi.
Presiden AS Donald Trump juga ikut memperkeruh suasana. Melalui media sosial, ia mengklaim mengetahui lokasi persembunyian Khamenei dan menyebutnya sebagai “target yang mudah”. Ia mendesak Iran untuk menyerah tanpa syarat pasca serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.
Kandidat Lain Tereliminasi
Beberapa tokoh lama yang sempat disebut sebagai kandidat pengganti sudah wafat, seperti mantan Presiden Hashemi Rafsanjani (2017), mantan Kepala Kehakiman Mahmoud Hashemi Shahroudi (2018), dan mantan Presiden Ebrahim Raisi (2024). Ulama senior Sadegh Amoli Larijani disebut telah tersingkir dari bursa.
Ayatollah Alireza Arafi, anggota Majelis Ahli, masih disebut-sebut, namun kalah pamor dibanding Mojtaba dan Hassan Khomeini.
Ali Vaez dari International Crisis Group memperingatkan bahwa bisa saja muncul figur ulama yang tidak dikenal publik, sebagai boneka Garda Revolusi.
“Mereka mungkin mengajukan kandidat yang belum pernah didengar siapa pun dan tidak memiliki kekuasaan sebesar Ayatollah Khamenei,” ujarnya.
Masa Depan Republik Islam
Setelah kematian Ayatollah Ruhollah Khomeini pada 1989, Khamenei – yang saat itu hanya ulama tingkat menengah – diangkat sebagai penerus dan perlahan mengkonsolidasikan kekuasaannya. Kini, pertanyaan besar muncul: apakah penerusnya kelak bisa menguasai kekuasaan sebesar itu, apalagi dalam kondisi perang dan instabilitas regional?
Analis Iran di London, Hossein Rassam, menyatakan:
“Apakah Republik Islam akan bertahan atau tidak, yang pasti, bentuknya tidak akan sama lagi. Karena konteksnya telah berubah secara fundamental.”ujarnya dikutip dari Reuters.
Dengan semakin dekatnya akhir masa Khamenei, pemilihan penerus akan menentukan arah politik, sosial, dan hubungan luar negeri Iran untuk dekade berikutnya – entah akan tetap keras, atau mulai membuka diri (RED).
Discussion about this post