Oleh : Huda Yousefi*
Serangan Israel terhadap Iran dan meningkatnya ketegangan kawasan telah menyorotkan perhatian dunia ke kawasan Teluk Persia. Wilayah yang dikenal karena letaknya yang strategis dan kekayaan sumber daya energi ini kini menghadapi ancaman serius yang dapat mengguncang stabilitas regional dan global.
Pusat dari potensi krisis ini adalah Selat Hormuz—jalur pelayaran vital yang menjadi titik krusial bagi pasokan energi dunia.
Rezim Israel telah berulang kali mengancam akan menyerang infrastruktur energi Iran. Menanggapi itu, para pejabat tinggi Iran memperingatkan bahwa mereka siap menutup Selat Hormuz jika kepentingan nasional mereka terancam.
Selat ini menghubungkan Teluk Persia ke Laut Oman, dan menjadi nadi penting bagi distribusi energi global. Data terkini menunjukkan sekitar 20% dari total pasokan minyak dunia, atau sekitar 20 juta barel per hari, melintas melalui jalur sempit ini. Selain itu, 30% dari pasokan gas alam cair (LNG) dunia dikirimkan melalui rute ini—80% menuju Asia dan 20% ke Eropa.
Fungsi strategis Selat Hormuz sebagai jalur transit laut menjadikannya sangat penting bagi kelangsungan rantai pasok global. Gangguan apa pun berpotensi menimbulkan gejolak harga energi dan krisis logistik internasional.
Menurut Esmaeil Kowsari, anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, penutupan selat kini tengah dipertimbangkan secara serius. Tidak seperti Selat Bab el-Mandeb yang memungkinkan kapal mengalihkan rute ke sekitar Afrika, tidak ada jalur alternatif bagi Selat Hormuz. Jika ditutup, arus energi global bisa terhenti drastis, dan harga minyak dunia berpotensi melonjak hingga USD 200–300 per barel.
Dampaknya tidak hanya terbatas pada kenaikan ongkos transportasi, tetapi juga dapat memicu keterlambatan besar dalam pengiriman energi ke negara-negara seperti Cina, India, Jepang, dan kawasan Eropa. Efek domino ini bisa menyeret ekonomi dunia ke jurang resesi dan menimbulkan tantangan besar bagi negara-negara eksportir Teluk yang sangat bergantung pada jalur ini.
Negara Arab Suarakan Kekhawatiran
Negara-negara Teluk seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Qatar mulai menyuarakan keprihatinan atas ketegangan yang meningkat. Ekonomi mereka yang sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas akan terpukul keras jika jalur pelayaran Selat Hormuz terganggu.
Meskipun secara resmi mengutuk agresi Israel dan menyerukan penahanan diri, kekhawatiran tersembunyi mulai bermunculan: bahwa penutupan selat bisa mengganggu keseimbangan kekuatan di kawasan, serta meruntuhkan posisi geopolitik mereka baik di tingkat regional maupun internasional.
Hak Iran untuk Membela Diri
Beberapa tahun terakhir, Israel disebut menjadi aktor destabilisasi di kawasan, dengan berbagai tindakan agresif terhadap Iran, termasuk ancaman serangan terhadap infrastruktur energi, serangan siber, pembunuhan ilmuwan nuklir, dan provokasi militer terbuka, seringkali dengan dukungan negara-negara Barat.
Tindakan ini dinilai melanggar hukum internasional dan membahayakan tidak hanya keamanan nasional Iran, tetapi juga stabilitas kawasan Teluk Persia.
Sebagai tanggapan, Iran menegaskan bahwa penutupan Selat Hormuz adalah bagian dari hak sah membela diri, sesuai dengan prinsip kedaulatan dan hukum internasional.
“Iran berkomitmen pada perdamaian dan stabilitas, tetapi dalam menghadapi agresi Israel dan para pendukungnya, kami berhak menggunakan semua cara untuk mempertahankan kepentingan nasional,” demikian pernyataan resmi otoritas Iran (*)
*Penulis adalah Jurnalis Iran
Discussion about this post