JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Ketua DPP PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto atau yang akrab disapa Bambang Pacul, menyatakan partainya akan menulis ulang sejarah sebagai bentuk respons atas narasi sejarah yang tengah disusun oleh Kementerian Kebudayaan di bawah kepemimpinan Fadli Zon.
Langkah ini disebut sebagai reaksi terhadap pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998 hanya sebatas rumor tanpa bukti kuat.
“Yang diinisiasi oleh Pak Menteri Kebudayaan Fadli Zon, ini gimana sikap PDI Perjuangan? PDI Perjuangan juga akan menulis sejarah,” ujar Bambang Pacul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/6).
Ia menilai, dalam penulisan sejarah, unsur subjektivitas hampir tidak dapat dihindari, terutama dalam konteks budaya ketimuran yang mengedepankan rasa. Karenanya, menurut dia, wajar bila versi sejarah yang ditulis oleh pemerintah berbeda dengan versi partai politik atau kelompok lain.
“Kalau hanya ngotot-ngotot, ya kita bikin sejarah kita sendiri dengan fakta yang kita punya sendiri, kan begitu aja,” tegas Wakil Ketua MPR RI itu.
Bambang juga meminta pemerintah membaca kembali pernyataan Presiden BJ Habibie yang kala itu secara de jure memimpin negara saat kerusuhan Mei 1998 berlangsung. Ia menilai pernyataan Habibie menjadi referensi penting dalam menggali kebenaran sejarah.
Sebelumnya, dalam wawancara publik, Fadli Zon menyampaikan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan adanya perkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998. Menurut dia, isu tersebut lebih bersifat desas-desus dan belum diverifikasi secara akademik maupun hukum.
Pernyataan tersebut menuai kecaman dari sejumlah pihak karena dinilai mengabaikan suara para korban dan upaya panjang pengungkapan kebenaran.
Menanggapi kritik tersebut, Fadli Zon memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak menafikan adanya kekerasan seksual terhadap perempuan saat peristiwa 13–14 Mei 1998. Ia menekankan pentingnya kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah “perkosaan massal” yang memiliki dampak besar terhadap narasi kolektif bangsa.
“Sejarah perlu bersandar pada fakta hukum dan akademik. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik,” ujar Fadli Zon dalam pernyataan terpisah (RED).
Discussion about this post