JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Pernyataan tegas datang dari anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, yang mengecam keras penerbitan izin tambang di kawasan konservasi Raja Ampat. Ia menyebut kasus tersebut sebagai bentuk nyata kelalaian negara yang nyaris menjual masa depan ekosistem Indonesia.
Pencabutan empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mendapat dukungan, namun Mufti menegaskan pencabutan izin bukanlah akhir dari persoalan, melainkan baru awal dari pengusutan lebih dalam terhadap sistem perizinan tambang yang diduga sudah “ugal-ugalan”.
“Jangan sampai negara jadi makelar tambang. Kita bicara soal kerusakan ekosistem kelas dunia, bukan soal untung rugi dagang!” kata politisi PDIP itu, kemarin, Selasa (10/6/2025).
Menurutnya, penambangan di pulau-pulau kecil yang masuk kawasan konservasi seperti Raja Ampat adalah pelanggaran serius terhadap UU Lingkungan Hidup dan UU Pengelolaan Pesisir. Bahkan ia menyebut bahwa beberapa wilayah tambang yang sudah diberi izin justru berdekatan langsung dengan ikon pariwisata seperti Pulau Piaynemo.
“Yang digali bukan cuma tambang, tapi juga harga diri bangsa. Pemerintah seharusnya jaga warisan, bukan jual surga!” seru legislator dari Dapil Jatim II itu.
Mufti juga mengkritik lambannya reaksi pemerintah terhadap kasus ini. Ia menyebut langkah tegas baru diambil setelah isu tersebut viral di media sosial dengan tagar #SaveRajaAmpat.
“Aturan soal larangan tambang di pulau kecil sudah jelas. Jadi ini bukan persoalan ketidaktahuan, tapi soal keberanian menegakkan hukum,” katanya.
Ia menuntut transparansi penuh dari Kementerian ESDM dan KLHK, termasuk data lengkap izin tambang di Raja Ampat beserta status hukumnya. Bagi Mufti, publik berhak tahu seberapa serius negara melindungi kawasan konservasi, atau justru membukanya atas nama investasi.
“Kalau negara ini masih waras, seharusnya suara rakyat dan alam lebih didengar daripada suara pemilik modal,” tutupnya (RED).
Discussion about this post