OKAYAMA, RADIANTVOICE.ID – Kebebasan berekspresi di Indonesia kembali menjadi sorotan. Seorang mahasiswa S2, Yogi Firmansyah, dilaporkan mengalami dugaan intimidasi dan kekerasan fisik tak lama setelah artikelnya yang berjudul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?” tayang di detik.com pada Kamis, 22 Mei 2025.
Artikel opini tersebut sempat terbit, namun akhirnya ditarik atas permintaan penulis sendiri. Yogi mengaku merasa terancam dan tidak aman usai artikelnya viral dan memicu berbagai reaksi. Ia kemudian dilaporkan mendatangi Dewan Pers untuk meminta perlindungan setelah mengalami dua insiden mencurigakan.
Berdasarkan informasi yang beredar luas di grup WhatsApp, Yogi mengaku diserempet dan dibuntuti oleh dua pengendara motor berhelm full-face secara berulang dalam waktu berdekatan setelah artikelnya dipublikasikan. Ia juga menerima pesan pribadi bernada ancaman yang diduga berkaitan langsung dengan opini yang ia tulis.
Menanggapi peristiwa ini, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang menyatakan keprihatinan mendalam dan mengecam segala bentuk tekanan terhadap kebebasan berpendapat. Dalam rilis resmi yang ditandatangani oleh Sekretaris Umum PPI Jepang, Muhammad Reza Hasrul, organisasi pelajar ini menekankan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak konstitusional yang dilindungi oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 serta berbagai instrumen hukum nasional dan internasional lainnya.
“Segala bentuk kekerasan, teror, atau intimidasi terhadap penulis tidak dapat dibenarkan,” tegas Reza dalam pernyataannya Minggu, (25/5/2025) dari Okayama, Jepang.
PPI Jepang juga menyatakan dukungannya terhadap langkah Yogi melapor ke Dewan Pers, serta menyerukan media nasional dan lembaga negara untuk menjunjung tinggi etika jurnalistik, melindungi penulis, dan menjamin transparansi dalam penyuntingan karya opini. Mereka juga mendukung seruan resmi Dewan Pers No.10/SP/DP/V/2025 yang menekankan pentingnya menjaga ruang ekspresi di Indonesia.
“Jika ruang berpikir dan berekspresi terus ditekan, kita menghadapi ancaman munculnya ketakutan kolektif, termasuk di kalangan pelajar Indonesia di luar negeri yang ingin kembali dan berkarya di tanah air,” lanjutnya.
PPI Jepang mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut kasus ini secara transparan dan akuntabel serta memastikan perlindungan terhadap seluruh warga negara yang menyampaikan pendapat secara bertanggung jawab.
“Negara wajib hadir melindungi warganya, bukan membiarkan mereka merasa terancam karena bersuara,” tutup Reza (RED).
Discussion about this post